DSC_0277

I. GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH

Pemahaman tentang arti dan makna Gereja dalam hidup sehari-hari:

  • Gereja adalah gedung, Gereja adalah rumah Allah, tempat beribadat, misa, atau merayakan ekaristi Umat Katolik atau Umat kristiani pada umumnya.
  • Gereja adalah ibadat; Gereja adalah lembaga rohani yang menyalurkan kebutuhan manusia dalam relasinya dengan Allah lewat ibadat-ibadat. Atau, Gereja adalah lembaga yang mengatur dan menyelenggarakan ibadat-ibadat. Gereja adalah persekutuan Umat yang beribadat.
  • Gereja adalah ajaran; Gereja adalah lembaga untuk mempertahankan dan mempropagandakan seperangkat ajaran yang biasanya dirangkum dalam sebuah buku yang disebut Katekismus. Untuk bisa menjadi anggota Gereja, si calon harus mengetahui sejumlah ajaran/doktrin/dogma. Menjadi anggota Gereja berarti menerima sejumlah “kebenaran”.
  • Gereja adalah organisasi/lembaga sejagat/internasional; Gereja adalah organisasi dengan pemimpin tertinggi di Roma dengan cabang-cabangnya sampai ke pelosok-pelosok seantero jagat. Garis komando dan koordinasi diatur dengan rapi dan teliti. Ada pimpinan; Paus, Uskup-Uskup, Pastor-Pastor, Biarawan dan Umat.
  • Gereja adalah Umat pilihan; Gereja adalah kumpulan orang yang dipilih dan dikhususkan Allah untuk diselamatkan. Tanpa menjadi anggota Gereja maka tidak akan diselamatkan masuk surga.
  • Gereja adalah badan sosial; Gereja adalah Lembaga yang menyelenggarakan sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit dan macam-macam usaha untuk menolong orang miskin.

Pemahaman umum tentang Gereja

  • Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasaYunani ekklesia , berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus Fransiskus menjelaskan ekklesia sebagai “pertemuan akbar orang-orang yang dipanggil”:Allah memanggil kita semua untuk menjadi keluarga-Nya.
  • Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan.
  • Gereja adalah keluarga yang kita cintai dan mencintai kita.
  • Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
  • Ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah yang tampak dalam cerita tersebut adalah kesatuan dalam persaudaraan sejati.

Makna Gereja sebagai Umat Allah menurut Ajaran Kitab Suci

  • Hidup mengUmat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Perdana (lih. Kis 2: 41-47).
  • Dalam hidup mengUmat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat mematikan banyak karisma dan karunia yang muncul dari bawah (1Kor 12: 7-10).
  • Dalam hidup mengUmat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia (Ef 4: 11-13; 1Kor 12: 12-18; 26-27).

Ajaran Gereja tentang Makna Gereja sebagai Umat Allah

a. Hakikat Gereja sebagai Umat Allah

  • Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
  • Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
  • Hubungan antara Allah dan Umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji- Nya.
  • Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, Umat Allah sedang berziarah menuju di dunia menuju rumah Bapa di surga.

b. Dasar Gereja sebagai Umat Allah

  • Hakikat Gereja sendiri adalah persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktek hidup Gereja Perdana (bdk. Kis. 2: 41-47; 4: 32-37)
  • Adanya aneka macam karisma dan karunia yang tumbuh di kalangan Umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12: 7-10)
  • Seluruh anggota Gereja memiliki martabat yang sama sebagai satu anggota Umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12: 12-18)

c. Konsekuensi Gereja sebagai Umat Allah

  • Konsekuensi untuk Umat (awam); Umat harus menyadari kesatuannya dengan Umat yang lain (menghayati iman dalam kebersamaan); Umat aktif ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan hidup menggereja di lingkungan/wilayahnya dengan segala karisma dan karunia yang dimilikinya.
  • Konsekuensi untuk hierarki; Hierarki mesti menyadari bahwa tugas kepemimpinan yang diembannya adalah tugas pelayanan. Mereka berada di tengah-tengah Umat sebagai pelayan. Hierarki semestinya memberi ruang dan tempat bagi Umat untuk berperan aktif ikut dalam membangun Gereja dengan karisma dan karunia yang mereka miliki.
  • Konsekuensi dalam hubungan Hierarki-Umat; Hierarki harus memandang Umat sebagai partner kerja dalam membangun Gereja, bukan sebagai pelengkap penderita yang seolah-olah tidak berperan apa-apa. Hierarki juga harus memperlakukan seluruh anggota Gereja sebagai satu Umat Allah yang memiliki martabat yang sama meskipun menjalankan fungsi yang berbeda-beda.

II. GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN TERBUKA

a. Pemahaman tentang perubahan cara pandang terhadap Gereja

Sebelum Konsili Vatikan II Gereja mempunyai model/bentuk institusional, hierarkis piramidal

  • Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.
  • Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.
  • Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja. Sedangkan Umat hanya mengikuti saja hasil keputusan hierarki.
  • Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya hierarki pusat gerak Gereja.
  • Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis dan sarat dengan aturan.
  • Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan bahkan bersikap triumfalistik (memegahkan diri

Setelah Konsili Vatikan II, ada keterbukaan dan pembaharuan cara pandang pada Gereja sebagai persekutuan Umat.

  • Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan Kristosentris” artinya Kristuslah pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, Awam, dan Biarawan-Biarawati sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
  • Gereja lebih bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua orang. Gereja meyakini bahwa di luar Gereja pun terdapat keselamatan.
  • Adanya paham Gereja sebagai Umat Allah yang memberikan penekanan pada kolegialitas episkopal (keputusan dalam kebersamaan).
  • Adanya pembaharuan (aggionarmento) yang mendorong Umat untuk terlibat dan berpartisipasi serta bekerjasama dengan para klerus.
  • Kepemimpinan Gereja; Didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani para murid-Nya, maka konsekuensi yang dihadapi oleh Gereja sebagai Umat Allah adalah: hierarki yang ada dalam Gereja bertindak sebagai pelayan bagi Umat dengan cara mau memperhatikan dan mendengarkan Umat. Selain itu keterlibatan Umat untuk mau aktif dan bertanggung jawab atas perkembangan Gereja juga menjadi hal yang penting. Maka, hierarki dan Umat/awam diharapkan dapat menjalin kerja sama sebagai partner kerja dalam karya penyelamatan Allah di dunia.

Gerakan pembaruan yang terjadi dalam Gereja nampak dalam:

  • Umat punya hak dan wewenang yang sama (tetapi tetap ada batasnya), khususnya ikut menentukan gerak kegiatan liturgi di Paroki melalui wadah Dewan Paroki.
  • Gerakan pembaruan ini tidak hanya menyangkut kepemimpinan Gereja saja melainkan lebih dari itu menjangkau masalah-masalah dunia.
  • Susunan Kepengurusan Dewan Paroki bukan lagi Piramdal , melainkan lebih merupakan kaitan yang saling bekerjasama dan saling melengkapi . Intinya Gereja mengundang orang beriman untuk berkomunikasi terlibat dan diubah.

Makna Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka menurut ajaran Gereja

  • Gereja diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa.
  • – Sama seperti Yesus, Gereja harus memasuki golongan-golongan manusia apa saja, termasuk keadaan sosial, budaya untuk mewartakan dan melaksanakan karya keselamatan Allah bagi semua orang.

Makna Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka dalam terang Kitab Suci

  • Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Umat Perdana. Cara hidup Umat Perdana tersebut tetap relevan bagi kita hingga sekarang. Kebersamaan dan menganggap semua adalah milik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok ialah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.
  • Mungkin saja kita tidak dapat menirunya secara harafiah, sebab situasi sosial-ekonomi kita sudah sangat berbeda. Namun, semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomis sesama saudara dalam persekutuan Umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadah, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi harus juga menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya seperti yang sekarang digalakkan dalam Komunitas Basis Gereja.

Menghayati Gereja sebagai Persekutuan umat yang terbuka

  • Yesus adalah pusat Gereja, tanpa Yesus, kita (Gereja) tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
  • Gereja harus keluar dari diri sendiri menuju keberadaannya”. Memang jika keluar, ada berbagai masalah, namun lebih baik daripada Gereja yang menutup diri, seperti Gereja yang sakit.

Tinggalkan komentar