Nilai-Nilai Penting Yang Diperjuangkan Dalam Masyarakat-“KEBENARAN”-

dove

Arti Kebenaran

  • Secara etimologis kebenaran dalam bahasa Ibrani disebut dengan ’emet’ yang artinya kesetiaan yang dihayati.
  • Dalam kehidupan bermasyarakat, kata-kata dan tindakan kita akan menjadi kebenaran jikalau kita dengan setia memberikan kesaksian mengenai apa yang kita ketahui, hidup sesuai dengan keyakinan kita dan ternyata teori-teori kita disahkan oleh konsekuensi-konsekuensi praktisnya.
  • Suatu hal yang apa adanya tidak berat sebelah, tidak memandang sebelah mata, transparan, dan cocok dengan keadaan yang sesungguhnya.
  • Kebenaran memiliki keterkaitan langsung dengan kejujuran.
  • Kebenaran bisa juga berarti pendapat subjektif dari diri masing-masing orang tentang hal yang benar terjadi.

Bentuk-Bentuk Kebohongan

  • Secara umum bentuk-bentuk kebohongan terbagi menjadi dua, yaitu kebohongan pada diri sendiri, dan kepada orang lain. Kebohongan pada diri sendiri adalah sikap atau perilaku untuk menyangkal, dan menipu diri sendiri. Contohnya adalah mengingkari janji pada diri sendiri, mencederai komitmen pada diri sendiri dan lain sebagainya. Sedangkan kebohongan pada orang lain merupakan sesuatu yag dikatakan atau dilakukan yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Contohnya: kebohongan dalam kehidupan bermasyarakat misalnya perselingkuhan, penyuapan, korupsi, sms dengan teman dengna tema ‘mama minta pulsa’, dll.

Penyebab kebohongan

  • Internal: faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang bersangkutan. Contohnya berbohong untuk mendapatkan kenikmatan hidup semata, untuk menutupi kesalahan, untuk ‘upgrade’ kebohongan, untuk menutupi kebohongan sebelumnya bahkan untuk mendapatkan keuntungan.
  • Eksternal: faktor yang berasal dari lingkungan sekitar orang bersangkutan. Contohnya dipaksa atau diancam untuk melakukan kebohongan.

Akibat kebohongan

  • Hilangnya kepercayaan dari orang lain
  • Ditolak oleh masyarakat
  • Merugikan orang lain
  • Rasa bersalah
  • Rasa malu jika kebohongan terungkap
  • Seperti yang kita ketahui kepercayaan adalah hal yang begitu penting dalam kehidupan dan begitu sulit mendapat kepercayaan namun sangat mudah dihilangkan sebagai akibat dari kebohongan.

Pandangan Kitab Suci tentang Kebenaran

  • Yesaya 32:1: “Sesungguhnya seorang raja akan memerintah menurut kebenaran dan pemimpin-pemimpin akan memimpin menurut keadilan. Menurut perikop ini kebenaran digunakan untuk menyatakan seorang raja yang baik.
  • Matius 5:6: “Berbahagialah orang yang lapar dan haus karena kebenaran karena mereka akan dipuaskan”
  • Matius 5:10: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan surga”. Maksud dari perikop ini adalah Tuhan berpihak pada orang yang benar.
  • Menurut Paulus kebenaran itu tidak sekedar berperilaku benar di mata Allah, tetapi suatu hubungan yang benar dengan Allah.
  • Kesimpulannya: Kebenaran adalah sesuatu hal yang dilakukan apa adanya dan barangsiapa berpihak pada kebenaran ia ada di pihak Tuhan.

Penulis: Agatha Karuntu, Darien Bill Latjandu, Reynald G. Bagy, Billy Wongkar, Rollan Missi, Febriana Bolang (XII IPA-1 SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon)

RPP K-13 MATERI GEREJA UMAT ALLAH

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

 

Sekolah/Satuan Pendidikan

:

Mata Pelajaran

: Pendidikan Agama Katolik

Materi Pokok

: Gereja sebagai Umat Allah

Alokasi waktu

: 3 JP

 

  1. Kompetensi Inti

KI 1

: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI 2

: Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro aktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI 3

: Memahami, menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4

: Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, seni, budaya,   dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah.

   
  1. Kompetensi Dasar

3.1. Memahami Gereja sebagai Umat Allah dan persekutuan yang terbuka

4.1. Menghayati Gereja sebagai Umat Allah dan persekutuan yang terbuka

  1. Pencapaian Indikator Kompetensi
  2. Mengungkapkan pandangannya tentang Gereja, melalui pengalaman pribadi, lagu, cerita atau gambar .
  3. Menjelaskan arti Gereja yang sesungguhnya sebagai Umat Allah
  4. Menyebutkan ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah
  5. Menjelaskan arti Gereja menurut Kitab Suci (Kis 2:41-47; 1Kor 12:7-11; 1 Kor 12:12-18)
  6. Menjelaskan konsekuensi Gereja sebagai Umat Allah dalam hidup menggereja de­wasa ini.
  7. Tujuan Pembelajaran

Pada akhir pelajaran, siswa dapat:           

  1. Melalui pendalaman pengalaman dan cerita kehidupan, peserta didik memahami arti dan makna Gereja dalam hidup sehari-hari
  2. Melalui pendalaman ajaran gereja dan Kitab Suci, peserta didik memahami makna Gereja sebagai Umat Allah menurut Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja
  3. Melalui refleksi dan permainan peran peserta didik menghayati Makna Gereja sebagai Umat Allah serta mewujudkan keterlibatan dalam hidup Gereja sebagai Umat Allah.
  1. Materi Pembelajaran
  • Gereja sebagai Umat Allah
  1. Fakta
  • Lagu-lagu yang bertema tentang Gereja sebagai Umat Allah (misalnya “Gereja Bagai Bahtera”.
  • Gambar-gambar tentang umat yang sedang beribadat di Gereja.
  1. Konsep
    1. Arti dan makna Gereja dalam hidup sehari-hari
  • Gereja adalah gedung, Gereja adalah rumah Allah, tempat beribadat, misa, atau merayakan ekaristi Umat Katolik atau Umat kristiani pada umumnya.
  • Gereja adalah ibadat; Gereja adalah lembaga rohani yang menyalurkan kebutuhan manusia dalam relasinya dengan Allah lewat ibadat-ibadat. Atau, Gereja adalah lembaga yang mengatur dan menyelenggarakan ibadat-ibadat. Gereja adalah persekutuan Umat yang beribadat.
  • Gereja adalah ajaran; Gereja adalah lembaga untuk mempertahankan dan mempropagandakan seperangkat ajaran yang biasanya dirangkum dalam sebuah buku yang disebut Katekismus. Untuk bisa menjadi anggota Gereja, si calon harus mengetahui sejumlah ajaran/doktrin/dogma. Menjadi anggota Gereja berarti menerima sejumlah “kebenaran”.
  • Gereja adalah organisasi/lembaga sejagat/internasional; Gereja adalah organisasi dengan pemimpin tertinggi di Roma dengan cabang-cabangnya sampai ke pelosok-pelosok seantero jagat. Garis komando dan koordinasi diatur dengan rapi dan teliti. Ada pimpinan; Paus, Uskup-Uskup, Pastor-Pastor, Biarawan dan Umat.
  • Gereja adalah Umat pilihan; Gereja adalah kumpulan orang yang dipilih dan dikhususkan Allah untuk diselamatkan. Tanpa menjadi anggota Gereja maka tidak akan diselamatkan masuk surga.
  • Gereja adalah badan sosial; Gereja adalah Lembaga yang menyelenggarakan sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit dan macam-macam usaha untuk menolong orang miskin.
  • Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasaYunani ekklesia , berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus Fransiskus menjelaskan ekklesia sebagai “pertemuan akbar orang-orang yang dipanggil”:Allah memanggil kita semua untuk menjadi keluarga-Nya.
  • Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan. Gereja adalah keluarga yang kita cintai dan mencintai kita.
  • Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
  • Ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah yang tampak dalam cerita tersebut adalah kesatuan dalam persaudaraan sejati.
  1. Ajaran Kitab Suci tentang Gereja sebagai Umat Allah
  • Hidup mengUmat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Perdana (lih. Kis 2: 41-47).
  • Dalam hidup mengUmat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang ter­lalu menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat mematikan banyak ka­risma dan karunia yang muncul dari bawah (1Kor 12: 7-10).
  • Dalam hidup mengUmat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia (Ef 4: 11-13; 1Kor 12: 12-18; 26-27).
    1. Ajaran Gereja tentang Umat Allah
  • Hakikat Gereja sebagai Umat Allah
  1. Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
  2. Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
  3. Hubungan antara Allah dan Umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji- Nya.
  4. Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, Umat Allah sedang berziarah menuju di dunia menuju rumah Bapa di surga.
  • Dasar dari Gereja yang mengumat
    1. Hidup mengumat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Perdana (Kis 2:41-47).
    2. Dalam hidup mengumat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan structural dapat mematikan banyak karisma dan karunia yang muncul dari bawah (1Kor 12:7-10).
    3. Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia (Ef4:11-13; 1Kor12:12-18; 26-27).
  • Konsekuensi dari Gereja yang mengumat
  1. Konsekuensi bagi pimpinan Gereja (hierarki)
  • Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan. Pimpinan bukan di atas umat, tetapi di tengah umat.
  • Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma dan karunia-karunia yang tumbuh di kalangan umat
  1. Konsekuensi bagi setiap anggota umat
  • Menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain. Orang tidak dapat menghayati kehidupan imannya secara individu saja.
  • Aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala karisma, karunia, dan fungsi yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan dan misi Gereja di tengah masyarakat. Semua bertanggung jawab dalam hidup dan misi Gereja.
  1. Konsekuensi bagi hubungan awam dan hierarki
  • Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam. Kaum awam bukan lagi pelengkap penyerta atau pelengkap penderita, melainkan partner hierarki. Awam dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi.
  1. Prinsip
    1. Arti dan Makna Gereja dalam kehidupan sehari-hari
    2. Ajaran Kitab Suci tentang Gereja sebagai Umat Allah.
    3. Ajaran Gereja tentang Umat Allah
  1. Prosedur
    1. Arti dan Makna Gereja dalam kehidupan sehari-hari
    2. Ajaran Kitab Suci tentang Gereja sebagai Umat Allah.
    3. Ajaran Gereja tentang Umat Allah
  1. Pendekatan, Model, dan Metode Pembelajaran
  2. Pendekatan : Saintifik
  3. Model Pembelajaran : Discovery Learning
  4. Metode : Pengamatan, cerita, dialog, diskusi, informasi, refleksi
  1. Media dan Alat Pembelajaran
    1. Kitab Suci
    2. Buku Siswa SMA/SMK, Kelas XI, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
    3. LCD dan Laptop
  1. Sumber Pembelajaran
  2. Pengalaman peserta didik dan guru dalam hidup menggereja
  3. Kitab Suci ; Kis 2:41-47; 1Kor 12:7-11; 1Kor 12:12-18
  4. Gambar atau foto bangunan gereja .
  5. Dokpen KWI (penterj) Dokumen Konsili Vatikan II, Obor, Jakarta, 1993
  6. KWI, Iman Katolik, Kanisius, Yogyakarta, 1995
  7. Katekismus Gereja Katolik, Nusa Indah, Ende Flores, 1995

 

  1. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan

Deskripsi

Alokasi Waktu

Pendahuluan

  1. Peserta didik membuka pelajaran dengan doa yang sesuai.
  2. Guru mengecek kehadiran siswa
  3. Guru menyampaikan silabus yang akan ditempuh selama satu semester, rambu-rambu belajar dan membuat kontrak belajar dengan siswa.
  4. Peserta didik menerima informasi kompetensi, materi, tujuan, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.

20 menit

Inti

Mengamati:

  • Menyimak lagu lagu “Gereja Bagai Bahtera” atau lagu-lagu yang bertema tentang Gereja sebagai umat Allah.
  • Mengamati gambar gambar tentang umat yang sedang beribadat di Gereja

Menanya:

  • Apa itu Gereja
  • Apa itu umat Allah
  • Mengapa Gereja disebut Umat Allah

Mengumpulkan data:

  • Mencari informasi tentang makna dan hakikat Gereja di buku-buku ajaran Iman Katolik atau dari media massa seperti internet resmi Gereja Katolik.
  • Mencari dan mendalami ajaran K itab Suci tentang Gereja sebagai Umat Allah (misalnya : Kisah Para Rasul 2:41-47; 1 Korintus 12:7-11; dan 1 Korintus 12:12-18)
  • Mencari dan mendalami ajaran Gereja tentang Gereja sebagai Umat Allah.

Mengasosiasi:

  • Menganalisis   informasi tentang makna dan hakikat Gereja   yang diperoleh di buku atau media massa.
  • Menghubungkan ajaran Kitab Suci tentang Gereja sebagai Umat Allah
  • Menyimpulkan dasar   konsekuensi ajaran Gereja tentang   Gereja sebagai Umat Allah.

Mengkomunikasikan:

  • Menuliskan refleksi tentang dirinya dipanggil sebagai anggota Gereja yang juga merpakan anggota umat Allah.
  • Menulis doa syukur karena dipilih menjadi anggota Gereja dan mohon agar kesatuan dan persaudaraan Gereja tetap terjaga.

100 menit

Penutup

  1. Peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
  2. Peserta didik melakukan evaluasi pembelajaran.
  3. Peserta didik saling memberikan umpan balik hasil evaluasi pembelajaran yang telah dicapai.
  4. Peserta didik menutup pembelajaran dengan doa yang sesuai.

20 menit

Penilaian Autentik

  1. Penilaian Proses

Penilaian Sikap

No

Aspek yang dinilai

Indikator

Teknik Penilaian

Waktu Penilaian

Instrumen Penilaian

1

Religius

  • Membawa Kitab Suci di kelas.
  • Membaca Kitab Suci.
  • Memulai pembelajaran dengan doa.
  • Mengakhiri pembelajaran dengan doa.

Pengamatan

Proses

Jurnal Guru

2

Jujur

  • Mengerjakan evaluasi pembelajaran secara mandiri.
  • Memberikan informasi yang benar

Pengamatan

Proses

Jurnal Guru

3

Disiplin

  • Mengikuti pembelajaran tepat pada waktunya.
  • Memenuhi ketentuan kehadiran ‘tatap muka’ di kelas.
  • Mengikuti pembelajaran sampai akhir.

Pengamatan

Proses

Jurnal Guru

4

Tanggung Jawab

  • Terlibat dalam diskusi kelompok.
  • Mengerjakan tugas yang diberikan sesuai waktu yang dtetapkan.
  • Mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan.
  • Menjalankan peran yang diberikan dalam kelompok.

Pengamatan

Proses

Jurnal Guru

  1. Penilaian Hasil

    Penilaian Pengetahuan

No

Indikator Pencapaian Kompetensi

Teknik Penilaian

Bentuk Penilaian

Instrumen

1

Memahami Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka

Tes tertulis

Uraian perorangan

Buatlah refleksi tentang panggilan sebagai anggota Gereja yang juga merupakan anggota umat Allah

Penilaian Keterampilan

No

Indikator Pencapaian Kompetensi

Teknik Penilaian

Bentuk Penilaian

Instrumen

1

Menghayati Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka

Penugasan

Uraian perorangan

Tulislah doa syukur karena dipilih menjadi anggota Gereja dan mohon agar kesatuan dan persaudaraan Gereja tetap terjaga.

  1. Pedoman Penskoran Penilaian

    Sikap

 

Petunjuk Penskoran

Skor

1

Selalu (10-16 x tatap muka)

A

 

Jarang (5-10 x tatap muka)

B

 

Kadang-kadang (1-5 x tatap muka)

C

 

Tidak pernah (0 pertemuan)

D

 

2

Selalu (10-16 x tatap muka)

A

 

Jarang (5-10 x tatap muka)

B

 

Kadang-kadang (1-5 x tatap muka)

C

 

Tidak pernah (0 pertemuan)

D

 

3

Selalu (10-16 x tatap muka)

A

 

Jarang (5-10 x tatap muka)

B

 

Kadang-kadang (1-5 x tatap muka)

C

 

Tidak pernah (0 pertemuan)

D

 

4

Selalu (10-16 x tatap muka)

A

 

Jarang (5-10 x tatap muka)

B

 

Kadang-kadang (1-5 x tatap muka)

C

 

Tidak pernah (0 pertemuan)

D

 Pengetahuan

 

Petunjuk Penskoran

Skor

1

Tepat

A

 

Kurang tepat

B

 

Tidak tepat

C

 Keterampilan

 

Petunjuk Penskoran

Skor

1

Tepat

A

 

Kurang tepat

B

 

Tidak tepat

C

 Keterangan

Nilai          = (Perolehan Skor x 100) / Jumlah skor maksimal

A = 4

B = 3

C = 2

D = 1

   
   
   

Kaum Awam dalam Gereja Katolik

fgf

Pengertian Awam

  •  Yang dimaksud dengan kaum Awam adalah semua orang beriman Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31). Definisi Awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen Gereja ternyata mempunyai dua macam:
  • Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, Awam meliputi Biarawan/Biarawati seperti Suster dan Bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
  • Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan Biarawan/Biarawati. Maka dari itu Awam tidak mencakup para Suster dan Bruder
  • Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk selanjutnya istilah “Awam” yang digunakan adalah sesuai dengan pengertian tipologis di atas.

 Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Patner Kerja

  •  Sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan (hierarki) dan Awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.

Peranan Awam

  • Peranan Awam sering diistilahkan sebagai KeRasulan Awam yang tugasnya dibedakan sebagai KeRasulan internal dan eksternal. KeRasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah keRasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun Awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. KeRasulan eksternal atau keRasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para Awam. Namun harus disadari bahwa keRasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini

Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal)

  • Berdasarkan panggilan khasnya, Awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum Awam dapat menjalankan keRasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia”sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia.
  • Dengan kata lain “tata dunia” adalah medan bakti khas kaum Awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.
  • Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat keRasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan keRasulan. Mereka menyangka bahwa keRasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja.
  • Dengan paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh gaudium et Spes, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang sekuler diakui, maka dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai patner dialog dapat saling memperkaya diri. Orang mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasarkan alasan kewargaan dalam masyarakat atau negara saja, tetapi juga karena dorongan iman dan tugas keRasulan kita, asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan kita dengan Tuhan, tetapi sekaligus juga menghubungkan dengan sesama kita di dunia ini

 Kerasulan dalam Gereja (internal)

  • Karena Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus sungguh-sungguh menjadi Umat Allah. Ia hendaknya mengkonsolidasi diri untuk benar-benar menjadi Umat Allah. Ini adalah tugas membangun gereja. Tugas ini dapat disebut keRasulan internal. Tugas ini pada dasarnya dipercayakan kepada golongan hierarkis (keRasulan hierarkis), tetapi Awam dituntut pula untuk ambil bagian di dalamnya. Keterlibatan Awam dalam tugas membangun gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembabtisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri tugas gereja. 1) Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang Awam dapat mengajar agama, sebagai katekis,memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb
  • Dalam tugas Imamiah (menguduskan), seorang Awam dapat
  • Memimpin doa dalam pertemuan umat,
  • Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,
  • Membagi komuni sebagi proDiakon,
  • Menjadi pelayan putra Altar, dsb
  • Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang Awam dapat:
  • Menjadi anggota dewan paroki,
  • Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan sebagainya.

Hubungan antara Awam dan hierarki, perlu memerhatikan hal-hal berikut ini:

 

Gereja sebagai Umat Allah

  •  Keyakinan bahwa semua anggota warga Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen yang lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekuen dalam hidup dan karya semua anggota Gereja.

 Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas

  • Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas. Hierarki yang bertugas memimpin (melayani) dan mempersatukan Umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan Umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis). Para Awam bertugas meRasul dalam tata dunia. Mereka menjadi Rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosobudhamkamnas. Jika setiap komponen gereja menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.

 Kerja sama

  • Walaupun tiap komponen memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam keRasulan internal yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen. Dalam hal ini hendaknya hierarki tampil sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan Diakon, dewan Presbyter, dan dewan Uskup tidak berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam tangan mereka, melainkan untuk menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan (kharisma) yang ada.
  • Hierarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta memelihara keseluruhan visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak mengherankan bahwa di antara mereka termasuk dalam dewan hierarki ini ada yang bertanggungjawab untuk memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan sakramen-sakramen

Proses Kanonisasi Santo-Santa dalam Gereja Katolik

st theresia dari kanak-kanak Yesus

Kita semua dipanggil Kristus kepada kekudusan dan kesempurnaan, kepada persatuan mesra dengan Allah Bapa, melaui Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus: Karena itu Harusalah kamu sempurna, sama seperti Bapa di Surga adalah sempurna (Mat 5:48); “Kuduskanlah kamu, sebab, Aku, Tuhan, Allahmu, kudus” (Im 19:2)

Tradisi iman Katolik mewariskan kepada kita sejumlah besar tokoh pejuang dan pembela nilai dan paham hidup yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Itulah”Orang-Orang Kudus”. Orang-orang Kudus, terdiri dari tua-muda, rohaniawan/wati, bapa-ibu, perawan-janda, raja-rakyat jelata, cendekiawan-orang tidak berpendidikan, yang berasal dari berbagai suku bangsa, ras dan budaya.

Bunda Gereja yang kudus dibawah bimbingan Roh Kudus secara resmi menyebut dan menyatakan mereka “Orang-Orang Kudus”, baik sebagai ‘Beato-Beata’ atau ‘Santo-Santa’. Pernyataan resmi Gereja itu diawali dengan suatu proses penelitian yang panjang dan teliti, yang disebut Beatifikasi dan kanonisasi hingga akhirnya disetujui oleh Takhta Suci.

Prosedur untuk menetapkan calon santo-santa di mulai tahun 1234, di prakarsai oleh Paus Gregorius IX dan Kongregasi Ritus yang diberi wewenang untuk mengawasi keseluruh prosesnya (Kongregasi Ritus dan terbentuk mulai tahun 1588, oleh Paus Sixtus V), Prosedurnya sebagai berikut :
Apabila seorang yang telah meninggal dunia dan  “dianggap martir” atau “dianggap kudus” maka biasanya Uskup Diosesan yang memprakarsai proses penyelidikan. Dimana salah satu unsur penyelidikan adalah apakah suatu permohonan khusus atau mukjizat telah terjadi melalui perantaraan calon santo-santa yang bersangkutan. Gereja juga akan menyelidiki tulisan-tulisan calon santo-santa guna melihat apakah mereka setia pada “ajaran yang murni,” pada intinya tidak didapati adanya suatu kesesatan atau suatu yang bertentangan dengan iman Katolik. Segala informasi ini dikumpulkan, dan kemudian suatu transumptum, yaitu salinan yang sebenarnya, yang disahkan dan dimeterai, diserahkan kepada Kongregasi Ritus.

Begitu transumptum telah diterima oleh Kongregasi, penyelidikan lebih lanjut dilaksanakan. Jika calon santo-santa adalah seorang martir, Kongregasi menentukan apakah ia wafat karena iman dan sungguh mempersembahkan hidupnya sebagai kurban cinta kepada Kristus dan Gereja. Dalam perkara-perkara lainnya, Kongregasi memeriksa apakah calon digerakkan oleh belas kasih yang istimewa kepada sesama dan mengamalkan keutamaan-keutamaan dalam tindakan yang menunjukkan keteladanan dan kegagahan.

Sepanjang proses penyelidikan ini, “promotor iman”, mengajukan keberatan-keberatan dan ketidakpercayaan yang harus berhasil disanggah oleh Kongregasi. Begitu seorang calon dimaklumkan sebagai hidup dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan yang gagah berani, maka calon dimaklumkan sebagai Venerabilis.

Proses selanjutnya adalah BEATIFIKASI. Seorang martir dapat dibeatifikasi dan dimaklumkan sebagai “Beato-Beata” dengan keutamaan kemartiran itu sendiri. Di luar kemartiran, calon harus diperlengkapi dengan suatu mukjizat yang terjadi dengan perantaraannya. Dalam memastikan kebenaran mukjizat, Gereja melihat apakah Tuhan sungguh melakukan mukjizat lewat perantaraan calon Beato/Beata. Begitu dibeatifikasi, calon santa-santo boleh dihormati, tetapi terbatas pada suatu kota, keuskupan, wilayah atau kelompok religius tertentu. Selanjutnya, Paus akan mengesahkan suatu doa khusus, atau Misa atau Ofisi Ilahi yang pantas demi menghormati Beato-Beata yang bersangkutan. Setelah beatifikasi, suatu mukjizat lain masih diperlukan untuk kanonisasi dan memaklumkan secara resmi seseorang sebagai seorang santo-santa. Proses resmi untuk memaklumkan seseorang sebagai seorang santo- santa disebut KANONISASI.

Para orang-orang kudus, bukan berarti selama hidupnya tidak mempunyai cela/kesalahan. Sebagai manusia mereka memiliki juga kecenderungan berdosa, kelemahan dan kekuaragan selama masa hidupnya, ada juga orang kudus yang selama hidupnya dikenal sebagai pendosa berat, namun oleh sentuhan rahmat Allah, mereka bertobat dan memulai menata hidupnya secara baru mengikuti kehendak Allah.

Kita, dibawah bimbingan Tuhan dan Gereja-Nya, meneladani cara hidup mereka (Santo-Santa/beato-Beata), menjadikan mereka pelindung kita dan perantara doa-doa kita.

Yang terutama, dalam memilih nama Baptis atau Krisma, kita harus melihat dari Kekhasan Santo-santa tersebut, misalnya kalau diri kita ingin menjadi yang militan dalam menghayati kekristenan, pilih St. Ingatius Loyola, kalau menjadi seorang yang sangat kristis, bisa memilih nama Baptis/Krisma St. Thomas, kalau berpribadi tenang bisa pilih St. Philipus, dan sebagainya. jadi sebaiknya bukan karena disesuaikan dengan pesta/perayaan atau tanggal dari kelahiran kita. Terang doa dan dalam bimbingan Roh Kudus akan membantu dalam pemilihan nama pelindung kita baik dalam Baptis maupun Krisma.

Sumber: http://www.imankatolik.or.id/ok.html

4 Sifat Gereja: Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik

GEREJA YANG SATU

“Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah (lih 1Ptr 2:5-10)”, dan membuat mereka menjadi satu Tubuh (lih. 1Kor 12:12) dan (AA 18). “Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja ialah kesatuan Allah yang tunggal dalam tiga pribadi, Bapa, Putra dan Roh Kudus” (UR 2).

landasan Hukum Gereja yang Satu dapat kita lihat dalam Katekismus Gereja Katolik dibawah ini :

“Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik” (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811)

Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya yang tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya” (DS 3013). (KGK 812)

Gereja itu satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus” (UR 2 §5). Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. “Sebab Putera sendiri yang menjelma … telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan sate tubuh” (GS 78,3). Gereja itu satu menurut jiwanya. “Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja” (UR 2 §2). Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan saina di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (St. Klemens dari Aleksandria, Pæd. 1,6,42:PG 8,300). (KGK 813)

Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; “maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri” (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu Santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” (Ef 4:3). (KGK 814)

Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, “ikatan kesempurnaan” (Kol 3:14). Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut ini:
– pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para Rasul;
– perayaan ibadat bersama, terutama Sakramen-sakramen;
– suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah. (KGK 815)

“Itulah satu-satunya Gereja Kristus … Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus_dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing… Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya” (LG 8). Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: “Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petrus-lah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah” (UR 3). (KGK 816)

GEREJA YANG KUDUS

Kekudusan Gereja dibicarakan dalam Konsili Vatikan II, konstitusi Lumen Gentium pada bab V. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, mealinkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus.

Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci : “Didunia ini gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dalam hal kesucian pun yang pokok bukanlah bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.

“Suci” sebetulnya berarti yang dikhususkan bagi Tuhan. Jadi yang pertama-tama menyangkut seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikhususkan bagi Tuhan, atau orang. Malahan sebenarnya harus dikatakan bahwa “yang kudus)” adalah Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang, disebut “kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.

Kudus pertama-tama bukanlah termasuk kategori moral yang menyangkut kelakukan manusia, melainkan kategori teologal (ilahi), yang menetukan hubungan dengan Allah.ini bukan berarti kelakuan moral tidak penting. karena apa yang di khususkan bagi Tuhan, harus “sempurna” (Im 1:3, Rm 6:19, 22).

“Gereja itu suci dan sekaligus harus dibersihkan, serta terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan “(LG 8). Dimana kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan, terus menerus

GEREJA YANG KATOLIK

Dimana ada uskup, disitu ada jemaat, seperti dimana ada Kristus disitu ada Gereja Katolik.(ungkapan St. Ignatius dari Anthiokia). Yang di maksud ialah dalam perayaan Ekaristi, yang dipimpin oleh uskup, hadir bukanlah jemaat setempat tetapi seluruh Gereja. “Gereja katolik yang satu dan tunggal berada dalam gereja-gereja setempat dan terhimpun daripadanya (LG 23)”.

Gereja selalu “lengkap”, penuh. Tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian. Gereja setempat, baik keuskupan maupun paroki bukanlah “cabang” Gereja Universal. Setiap Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan orang beriman yang sah, merupakan seluruh Gereja. Gereja tidak dapat dipotong-potong menjadi “Gereja-Gereja bagian”.

Kata “Katolik” selanjutnya juga dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Dengan demikian kata “katolik” mendapat arti yang lain :”gereja disebut Katolik, karena tersebar diseluruh muka buni dan juga karena mengajrkan secara menyeluruh dan lengkap segala ajaran iman tertuju kepada sesama manusia, yang mau disembuhkan secara menyeluruh pula” (St. Sirilius dari yerusalem).

Sejak itu kata “Katolik” tidak hanya mempunyai arti geografis, tersebar keseluruh dunia, tetapi juga “menyeluruh”, dalam arti “lengkap”, berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti tertuju kepada siapa saja. Pada abad ke 5 masih ditambahkan bahwa gereja tidak hanya untuk segala bangsa, tetapi juga untuk segala Zaman.

Pada zaman reformasi kata “Katolik” muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja yang tersebar dimana-mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu pula kata “Katolik” secara khusus dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja Universal, tetapi dalam syahadt kata “Katolik” masih mempunyai arti asli “universal” atau “umum”. Ternyata universal pun mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif.

Dalam Konsili vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia yang terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus. “kekhatolikan” Gereja berarti bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak terbatas pada para anggota Gereha saja, mealinkan juga terarah kepada seluruh dunia. dengan sifat “katolik” dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri akrena Roh yang berkarya di dalamnya. Oleh karena itu yang “katolik” bukanlah hanya Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya sebab di dalam jemaat hadirlah seluruh Gereja.

Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang mematuhi para gembala mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja(Lih. Kis 8:1; 14:22-23; 20:17). Gereja-Gereja itu ditempatnya masing-masing merupakan umat baru yang dipanggil oleh Allah, dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Di jemaat-jemaat itu, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.

GEREJA YANG APOSTOLIK

“Apostolik” atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dantetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan pra nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”, sudah ada sejak zaman Gereja perdana sendiri (bdk Ef 2:20, Bdk Why 21:14), tetapi sebagai sifat khusus keapostolikan baru disebut akhir abad ke-4. Dalam perjanjian Baru kata “rasul” tidak hanya dipakai untuk keduabelas rasul yang namanya disebut dalam Injil (lih Mat 10:1-4)

Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam “estafet”, yang didalamnya ajaran benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada para uskup sekarang. yang disebut “Apostolik” bukanlah para uskup, melainkan Gereja. Sifat apostolik berarti bahwa Gereja sekarang mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. dimana hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.

Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak dulu kala sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Bukan mengulangi, tetapi merumuskan dan mengungkapkan kembali apa yang menjadi inti hidup iman. karena seluruh Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja dan setiap anggotanya, perlu mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.

Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari segala rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh Gereja dan setiap anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja, tetapi juga atas pelayanannya. Sifa keapostolikan Gereja tidak pernah “selesai”, tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan. gereja, yang oleh Kristus dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli, senantiasa harus mengembangkan dan menemukan kembali kesatuan, kekatolikan, kaeapostolikan, dan terutama kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus dihayati, oleh Gereja seluruhnya dan oleh masing-masing anggotanya.

sumber: http://www.imankatolik.or.id/satu.html

Peristiwa Penting dalam Sejarah Gereja

Peristiwa Penting dalam Sejarah Gereja
(setelah wafatnya Kristus)

33 M Peristiwa Pantekosta pertama, turunnya Roh Kudus ke atas para rasul. Santo Petrus berkhotbah di Yerusalem; 3000 orang dibaptis menjadi komunitas Kristen yang pertama. Santo Stefanus, deakon, dirajam dengan batu sampai mati di Yerusalem. Dia dihormati sebagai martir Kristen yang pertama.

34 M Santo Paulus, yang sebelumnya dikenal sebagai Saulus, penindas umat Kristen, bertobat dan dibaptis. Setelah tiga tahun hidup sendirian di gurun, dia bergabung dengan kelompok para Rasul. Dia melakukan tiga perjalanan misionaris utama dan dikenal sebagai Rasul bagi kaum non-Yahudi. Dia dipenjarakan dua kali di Roma dan dipenggal disana antara tahun 64-67.

39 M Kornelius, orang Yunani, dan keluarganya dibaptis oleh Santo Petrus, sebuah kejadian penting yang melambangkan misi Gereja kepada segenap manusia.

42 M Penindasan umat Kristen di Palestina terjadi pada pemerintahan raja Herodes Agrippa. Santo Yakobus bin Zebedeus, rasul pertama yang terbunuh menjadi martir, dipenggal kepalanya pada tahun 44. Santo Petrus dipenjarakan untuk beberapa waktu. Banyak umat Kristen melarikan diri ke Antiokia, menandakan awal dari penyebaran Kristen melampaui batas-batas wilayah Palestina. Di Antiokia, para pengikut Kristus untuk pertama kalinya disebut dengan sebutan Kristen.

49 M Umat Kristen di Roma, yang waktu itu dianggap sebagai bagian dari sekte Yahudi, sangat terpukul oleh dekrit yang dikeluarkan oleh kaisar Claudius yang isinya melarang ibadat Yahudi di sana.

51 M Konsili Yerusalem, dimana semua Rasul hadir dibawah pimpinan Santo Petrus, menyatakan bahwa sunat, aturan makanan, dan berbagai peraturan hukum Musa tidak diharuskan bagi kaum non-Yahudi yang menjadi Kristen. Dekrit yang penting ini dikeluarkan sebagai reaksi atas kaum Yahudi-Kristen yang memaksa bahwa umat Kristen harus mengikuti aturan hukum Musa untuk diselamatkan.

64 M Penindasan dimulai di Roma dibawah caesar Nero, dimana sang caesar memulai kebakaran yang menghanguskan setengah kota Roma, lantas memfitnah umat Kristen.

64 – 67 M Santo Petrus wafat sebagai martir di kota Roma selama penindasan oleh Nero. Dia mendirikan keuskupan di sana dan menghabiskan tahun-tahun terakhirnya disana setelah berkhotbah di Yerusalem, mendirikan keuskupan di Antiokia, dan memimpin Konsili Yerusalem.

70 Penghancuran kota Yerusalem oleh Titus

88 – 97 Masa jabatan Paus Santo Clement I, penerus ketiga setelah Petrus sebagai Uskup Roma. Beliau adalah salah satu Bapa Apostolik Gereja. Surat Pertama kepada umat di Korintus, ditulis oleh Gereja di Roma kepada Gereja di Korintus, untuk menyelesaikan persengketaan penyingkiran Uskup yang sah di Korintus. Caesar Domitian menindas umat Kristen, terutama di kota Roma.

100 Wafatnya Santo Yohanes, Rasul dan Evangelis, menandai berakhirnya jaman Para Rasul dan generasi pertama Gereja. Pada akhir abad tersebut, Antiokia, Alexandria, Efesus di Timur, dan Roma di Barat, semuanya telah merupakan pusat populasi Kristen dan pengaruh Kristen.

107 Santo Ignatius dari Antiokia menjadi martir di Roma. Dia adalah penulis Kristen pertama yang menggunakan kata “Gereja Katolik”

112 Caesar Trajan, dalam jawabannya terhadap Pliny, gubernur wilayah Bithynia, memerintahkannya untuk tidak mengejar umat Kristen, tetapi menghukum mereka jika mereka menolak untuk menghormati dewa-dewa Romawi di hadapan umum. Jawaban resmi ini menjadi standar perlakuan magistrat Romawi dalam berurusan dengan umat Kristen.

117-138 Penindasan dibawah kaisar Hadrian. Banyak dari Kisah-kisah para martir berasal dari periode ini.

125 Penyebaran ajaran Gnostikisme, suatu kombinasi dari ajaran filosofi Plato dan agama-agama misterius dari Timur. Para pengikutnya mengaku bahwa prinsip-prinsip pengetahuan yang rahasia memberikan pemahaman yang lebih mendalam dibandingkan dengan wahyu Ilahi dan iman. Salah satu tema Gnostik, menyangkal ke-Allah-an Yesus, sementara yang lainnya menyangkal kemanusiaan Yesus, dan menganggapnya hanya penampilan belaka. (Docetisme, Fantasiaisme)

144 Pengucilan Marcion, uskup dan penyeleweng ajaran iman, yang mengaku bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama sekali bertolak belakang dan tidak berhubungan sama sekali, dan bahwa tidak ada hubungan antara Allah orang Yahudi dan Allah orang Kristen, dan bahwa Kanon Alkitab hanya terdiri dari sebagian Injil Lukas dan 10 surat-surat Santo Paulus. Marcionisme berhasil diatasi oleh Roma pada tahun 200 dan dikutuk oleh konsili di Roma pada tahun 260, tetapi penyelewengan ini masih muncul hingga beberapa abad di wilayah Timur dan masih punya pengikut hingga Abad Pertengahan.

155 Santo Polycarp, Uskup Smyrna dan murid Santo Yohanes Penginjil, wafat sebagai martir.

156 Mulai munculnya Montanisme, semacam ekstrimisme religius. Ajaran-ajarannya terutama adalah kedatangan Yesus yang kedua kalinya, penyangkalan terhadap kekudusan Gereja dan kuasa untuk mengampuni dosa, dan moralitas religius yang berlebihan. Penyelewengan ini yang dipimpin oleh Montanus dari Phrygia dan yang lain-lain, dikutuk oleh Paus Santo Zephyrinus (199-217)

161-180 Masa pemerintahan Marcus Aurelius. Penindasan olehnya yang dimulai setelah terjadinya bencana-bencana alam, lebi kejam dibanding para pendahulunya.

165 Santo Justinus, salah satu penulis penting Gereja perdana, menjadi martir di Roma.

180 Santo Irenaeus, Uskup Lyons dan salah satu teolog besar masa itu, menulis Adversus Haereses (Melawan Para Penyeleweng/kaum heretiks). Dia menyatakan bahwa ajaran dan tradisi oleh Tahta Roma adalah standar bagi kepercayaan Kristen.

196 Kontroversi menyangkut tanggal perayaan Paskah – hari Minggu, menurut tradisi Barat, atau tanggal 14 dari bulan Nisan (dalam kalender Yahudi), tidak peduli hari apa, sesuai praktek di Timur. Kontroversi ini tidak selesai pada saat itu. Didache, adalah rekaman penting kepercayaan Kristen, praktek ibadat dan pemerintahan, pada abad pertama. Bahasa Latin diperkenalkan sebagai salah satu bahasa liturgi di Barat. Bahasa-bahasa liturgi lainnya adalah Aram dan Yunani. Sekolah Katekis Alexandria, didirikan di pertengahan abad kedua, memperluas pengaruhnya menyangkut pelajaran doktrin dan instruksi dan interpretasi/penafsiran Alkitab.

202 Penindasan terhadap umat Kristen oleh kaisar Septimius Severus yang ingin mendirikan satu agama sederhana yang sama di seluruh wilayah kekaisaran.

206 Tertulianus, yang masuk agama Katolik sejak tahun 197 dan merupakan penulis Gerejawi besar yang pertama dari tradisi Latin, bergabung dengan kaum pembangkang Montanis. Dia meninggal pada tahun 230

215 Meninggalnya Santo Clement dari Alexandria, guru dari Origen dan bapa pendiri sekolah teologi Alexandria.

217-235 Santo Hippolytus, sang anti-paus pertama. Dia bersatu kembali dengan Gereja sewaktu berada dalam penjara selama penindasan tahun 235.

232-254 Origen mendirikan Sekolah Teologi di Kaisarea setelah mengalami pembuangan di tahun 231 sebagai kepala sekolah Alexandria. Dia meninggal di tahun 254. Dia adalah seorang pakar dan penulis yang menghasilkan banyak karya tulis. Dia adalah salah seorang pendiri teologi sistematik dan membawa pengaruh yang luas selama waktu yang lama.

242 Manicaeisme muncul di Persia, adalah kombinasi beberapa kesalahan ajaran yang berasumsi bahwa dua prinsip utama (kebaikan dan kejahatan) bekerja dalam karya penciptaan dan kehidupan, dan bahwa tujuan utama dari perjalanan manusia adalah pembebasan dari kejahatan (materi). Ajaran ini menyangkal kemanusiaan Kristus, sistem sakramental, otoritas Gereja (dan negara), dan mendukung suatu tata moral yang mengancam ketentraman sosial. Pada abad ke-12 dan ke-13, ajaran ini muncul kembali sebagai Albigensianisme dan Katharisme.

249-251 Penindasan oleh Decius. Banyak diantara orang-orang yang murtad selama penindasan, memohon untuk diterima kembali oleh Gereja pada tahun 251. Sri Paus Santo Kornelius setuju dengan Santo Cyprianus bahwa kaum lapsi (orang-orang yang murtad) ini diterima kembali kedalam Gereja setelah memenuhi persyaratan penitensi yang telah ditentukan. Dilain pihak, anti-paus Novatianus bersikeras bahwa orang-orang yang murtad dari Gereja selama penindasan dan/atau mereka yang bersalah atas dosa berat setelah pembaptisan tidak dapat dimaafkan dan diterima kembali dalam persekutuan dengan Gereja. Ajaran salah ini ditolak keras oleh Synod Romawi pada tahun 251.

250-300 Neo-Platonisme oleh Plotinus dan Porphyry bertambah pendukungnya

251 Novatianus, sang anti-paus, dikecam di Roma.

256 Sri Paus Santo Stefanus I menerima validitas pembaptisan yang dilakukan secara sebagaimana mestinya, meskipun dilakukan oleh kaum penyeleweng Gereja, dalam dokumen Kontroversi Pembaptisan-ulang.

257 Penindasan terhadap umat Kristen oleh kaisar Valerianus, yang berusaha menghancurkan Gereja sebagai suatu struktur sosial.

258 Santo Cyprianus, Uskup Kartago, menjadi martir.

260 Santo Lucianus mendirikan Sekolah Teologi Antiokia, sebuah pusat studi Alkitab yang berpengaruh. Sri Paus Santo Dionisius mengecam Sabellianisme, yang serupa dengan Modalisme (seperti juga Monarchianisme dan Patripassianisme). Ajaran sesat ini menyatakan bahwa Bapa, Putera, dan Roh Kudus bukanlah personifikasi Allah yang berbeda, tetapi adalah tiga mode dan manifestasi-diri oleh Allah yang satu. Santo Paulus dari Thebes menjadi pertapa.

261 Gallienus mengeluarkan dekrit toleransi yang mengakhiri secara umum penindasan yang berlangsung selama 40 tahun.

292 Diocletianus membagi Kekaisaran Romawi menjadi Timur dan Barat. Pembagian tersebut memperkuat perbedaan-perbedaan politik, kultur, dan lain-lainnya antara dua bagian Kekaisaran dan selanjutnya mempengaruhi perkembangan yang berbeda dalam Gereja di Timur dan di Barat. Prestise Roma mulai menurun.

303 Penindasan dilanjutkan oleh Diocletianus. Penindasan ini mencapai puncaknya pada tahun 304.

305 Santo Antonius dari Heracles mendirikan yayasan bagi para biarawan-pertapa di dekat Laut Merah, Mesir.

306 Peraturan lokal yang pertama menyangkut hidup selibat religius diberlakukan oleh sebuah konsili yang dilaksanakan di Elvira, Spanyol. Para uskup, imam, deakon dan para pelayan lainnya dilarang untuk memiliki istri.

311 Suatu dekrit toleransi dikeluarkan oleh Galerius atas desakan Konstantinus Agung dan Licinius secara resmi mengakhiri penindasan terhadap umat Kristen di Barat. Masih terjadi penindasan di wilayah Timur.

313 Dekrit Milan dikeluarkan oleh Konstantinus dan Licinius, mengakui agama Kristen sebagai agama yang sah dalam wilayah kekaisaran Romawi.

314 Suatu konsili di Arles mengutuk Donatisme, dan menyatakan bahwa pembaptisan yang dilakukan oleh para penyeleweng Gereja sebagai sah, dengan pertimbangan pada prinsip sakramen yang mendapatkan efektivitasnya dari Kristus, bukan dari kondisi spiritual sang pelayan iman. Ajaran sesat ini (Donatisme) kembali dikutuk oleh konsili yang dilaksanakan di Kartago pada tahun 411.

318 Santo Pachomius mendirikan dasar pertama dari hidup senobis (bersama), kebalikan dari hidup soliter para pertapa di wilayah Mesir utara.

325 Konsili Ekumenikal Nikea I. Keputusannya yang terutama adalah pengutukan terhadap ajaran Arianisme, salah satu ajaran sesat yang paling membahayakan Gereja, yaitu yang menyangkal ke-Allahan Yesus. Heresi ini ditimbulkan oleh Arius dari Alexandria, seorang imam. Kaum Arian dan beberapa variasinya mempropagandakan ajaran mereka secara luas dan mendirikan hirarki gerejawi sendiri dan menimbulkan kegoncangan di dalam Gereja selama beberapa abad. Konsili ini turut berperan dalam formulasi Kredo Nikea (Syahadat Nikea-Konstantinopel). Hasil-hasil lainnya dari konsili Nikea I adalah tanggal perayaan Paskah yang tetap (tidak berubah-ubah), dan dikeluarkannya peraturan-peraturan disiplin untuk para imam, dan mengadopsi pemisahan sipil wilayah kekaisaran sebagai model bagi organisasi yurisdiksi dalam tubuh Gereja.

326 Dengan dukungan dari Santa Helena, ibunda kaisar Konstantinus, Salib Benar yang digunakan untuk menyalibkan Kristus ditemukan.

337 Peristiwa pembaptisan dan wafatnya kaisar Konstantinus.

342 Dimulainya masa penindasan 40 tahun di wilayah Persia.

343-344 Konsili Sardica menguatkan doktrin yang diformulasikan oleh konsili Nikea I dan juga menyatakan bahwa para Uskup memiliki hak petisi kepada Sri Paus sebagai otoritas tertinggi dalam Gereja.

361-363 Kaisar Julianus yang murtad, melancarkan kampanye yang gagal melawan Gereja dalam usahanya untuk mengembalikan paganisme sebagai agama resmi kekaisaran.

365 Penindasan terhadap kaum Kristen ortodoks oleh Kaisar Valens di wilayah Timur.

376 Permulaan invasi oleh kaum barbar di wilayah Barat.

379 Wafatnya Santo Basil, Bapa Monastisisme (hidup membiara) di Timur. Tulisan-tulisannya memberi sumbangan besar bagi perkembangan tata aturan hidup kaum religius.

381 Konsili Ekumenikal Konstantinopel I. Konsili ini mengecam berbagai variasi Arianisme, termasuk juga Macedonianisme, yang menyangkal ke-Allahan Roh Kudus. Konsili ini turut berperan dalam formulasi Kredo Nikea, menyetujui suatu kanon yang mengakui Konstantinopel sebagai Tahta kedua setelah Roma dalam hal wibawa dan kehormatan.

382 Penentuan Kanon Kitab Suci, yaitu daftar resmi kitab-kitab yang dinyatakan sebagai wahyu Allah dalam Alkitab, dalam Dekrit Sri Paus Santo Damasus dan dipublikasikan oleh Konsili regional di Kartago pada tahun 397. Kanon tersebut didefinisikan secara resmi oleh Konsili Trente pada abad ke-16.

382-406 Santo Yeremia menterjemahkan Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Latin. Hasil karyanya disebut sebagai Alkitab versi Vulgata.

410 Kaum Visigoth dibawah pimpinan Alaric memporak-porandakan kota Roma. Bala-tentara Romawi yang terakhir meninggalkan wilayah Inggris. Menurunnya kekaisaran Romawi kira-kira sejak masa ini.

430 Wafatnya Santo Agustinus yang menjabat sebagai Uskup Hippo selama 35 tahun. Dia adalah pendukung kuat doktrin-doktrin yang ortodoks terhadap Manicaeisme, Donatisme, Pelagianisme. Tulisan-tulisannya yang mendalam dan meliputi aspek yang luas membuatnya sebagai pengaruh yang dominan dalam pemikiran Kristen selama berabad-abad.

431 Konsili Ekumenikal Efesus. Konsili ini mengutuk Nestorianisme, ajaran sesat yang menyangkal persatuan sifat keAllahan dan kemanusiaan dalam Kristus. Konsili ini mendefinisikan gelar Maria sebagai Theotokos (Pembawa Allah), juga gelar Bunda Putera Allah yang menjadi Manusia, dan mengutuk Pelagianisme. Ajaran sesat Pelagianisme, bermula dari asumsi bahwa Adam memiliki hak alami terhadap hidup supernatural, berpegang bahwa manusia bisa mendapatkan penyelamatan lewat usaha-usaha dari kekuatannya yang alami dan kehendak bebas. Ajaran ini meliputi kesalahan terhadap pemahaman dosa asa, makna dari rahmat dan hal-hal lainnya. Variasi ajaran Pelagianisme lainnya juga dikutuk oleh sebuah konsili di Orange pada tahun 529.

432 Santo Patrick tiba di Irlandia. Pada saat wafatnya di tahun 461, nyaris seluruh negeri itu telah memeluk Katolik, didirikannya banyak biara-biara dan terbentuknya hirarki Gereja di sana.

438 Peraturan Theodosian, suatu kompilasi dekrit-dekrit bagi kekaisaran, yang dikeluarkan oleh Theodosius II. Peraturan ini membawa pengaruh besar bagi perundang-undangan sipil dan gereja.

451 Konsili Ekumenikal Kalsedon. Keputusan utamanya yaitu pengutukan ajaran sesat Monofisit (yang juga disebut Eutisianisme), yang menyangkal kemanusiaan Kristus dengan berpegang bahwa Yesus hanya memiliki satu sifat, yaitu keAllahannya.

452 Sri Paus Santo Leo Agung membujuk Atilla pemimpin orang-orang Hun untuk membiarkan kota Roma.

455 Kaum gerombolan penyerang dibawah pimpinan Geiseric memporak-porandakan kota Roma.

484 Patriark Acacius dari Konstantinopel di-ekskomunikasi setelah dia menanda-tangani Henoticon, suatu dokumen yang berisi pengakuan (kapitulasi) terhadap ajaran sesat Monofisit. Ekskomunikasi ini memicu Skisma Acacian yang berlangsung selama 35 tahun.

494 Sri Paus Santo Gelasius I menyatakan dalam suratnya kepada Kaisar Anastasius bahwa seorang Paus memiliki kuasa dan otoritas melebihi seorang kaisar dalam hal-hal spiritual.

496 Clovis, Raja Franks, memeluk agama Katolik dan menjadi pembela Kristen di wilayah Barat. Rakyat Franks menjadi pemeluk Katolik.

520 Biara-biara di Irlandia berkembang pesat sebagai pusat kehidupan spiritual, pelatihan para misionaris, dan kegiatan akademis lainnya.

529 Konsili Orange II mengutuk semi-Pelagianisme.

529 Santo Benediktus mendirikan Biara Monte Cassino. Beberapa tahun sebelum ia wafat di tahun 543 dia menulis peraturan hidup membiara yang membawa pengaruh besar dalam pembentukan formasi dan tata-cara kehidupan religius. Dia dipanggil sebagai Bapa Monastisisme (kehidupan membiara) dari Barat.

533 Yohanes II menjadi Paus pertama yang mengganti namanya. Praktek ini tidak menjadi tradisi sampai masa Sergius IV (tahun 1009).

533-534 Kaisar Justinianus mewartakan Corpus Iuris Civilis kepada seluruh Romawi. Seperti juga perundangan Theodosian, perundangan ini selanjutnya juga mempengaruhi hukum sipil dan gereja.

545 Wafatnya Dionisius Exiguus yang merupakan orang pertama yang melakukan penanggalan sejarah sejak kelahiran Kristus, yang nantinya menghasilkan penggunaan singkatan BC (sebelum Kristus) dan AD (sesudah Kristus). Perhitungannya setidaknya telat 4 tahun.

553 Konsili Ekumenikal Konstantinopel II. Konsili ini mengutuk Tiga Pasal, suatu tulisan yang berbau ajaran sesat Nestorianisme, oleh Theodore dari Mopsuestia, Theodoret dari Sirus dan Ibas dari Edessa.

585 Santo Columban mendirikan sebuah sekolah biara yang berpengaruh di Luxeuil.

589 Konsili Toledo, satu yang terpenting diantara beberapa konsili yang diadakan disana. Kaum Visigoth menolak Arianisme dan Santo Leander mulai pengorganisasian Gereja di Spanyol.

590-604 Masa jabatan Sri Paus Santo Gregorius I Agung. Dia menetapkan format dan gaya kepausan yang terus bertahan hingga abad pertengahan. Dia membawa pengaruh yang besar terhadap doktrin dan liturgi. Dia juga adalah pendukung berat disiplin kehidupan membiara dan selibat religius. Tulisannya yang banyak mencakup banyak topik. Lagu Gregorian disebut demikian sebagai penghormatan terhadapnya.

597 Wafatnya Santo Columba. Dia mendirikan sebuah biara penting di Iona, mendirikan banyak sekolah-sekolah dan melakukan karya misionaris yang menonjol di Skotlandia. Pada akhir abad itu, biara-biara bagi kaum wanita sudah banyak terdapat. Monastisisme di Barat berkembang pesat sementara monastisisme di Timur, dibawah pengaruh Monofisit dan faktor-faktor lainnya, mulai kehilangan semangatnya.

613 Santo Columban mendirikan biara yang berpengaruh di Bobbio di Italia utara. Dia meninggal disana pada tahun 615.

622 Perjalanan Muhammad dari Mekah ke Media menandai awal mula Islam, yang menjelang akhir abad itu telah meliputi nyaris seluruh wilayah selatan Timur Tengah.

628 Heraclius, Kaisar Romawi Timur, merebut Salib Benar dari orang-orang Persia.

649 Konsili Lateran mengutuk dua rancangan (Ecthesis dan Type) yang dikeluarkan oleh kaisar Heraclius dan Konstans II sebagai cara untuk menyatukan kaum Monofisit dengan Gereja.

664 Tindakan-tindakan Sinod Whitby mendorong pemakaian tradisi Latin di wilayah Inggris, terutama menyangkut perayaan Paskah.

680-681 Konsili Ekumenikal Konstantinopel III. Konsili ini mengutuk Monotelitisme, yang menyatakan bahwa Kristus hanya memiliki satu kehendak, ke-Allahannya. Konsili juga mengkritik Sri Paus Honorius I atas suratnya kepada Sergius, Uskup Konstantinopel, dimana dia membuat pernyataan yang kurang jelas, tetapi bukan suatu pernyataan yang sifatnya infalibel, tentang kesatuan kehendak/karya dalam Kristus.

692 Sinod Trullan. Penetapan disiplin selibat religius dalam Gereja Timur yang membolehkan perkawinan sebelum pentahbisan menjadi deakonat, tetapi melarang perkawinan setelah meninggalnya istri yang bersangkutan. Kanon-kanon anti-Roma turut menyumbang munculnya jurang pemisah antara Timur-Barat. Selama abad ini, pengaruh monastisisme Irlandia dan Inggris bertambah besar di Eropa Barat. Sekolah-sekolah dan pengajaran berkurang. Peraturan-peraturan menyangkut hidup selibat menjadi diperketat di Timur.

711 Kaum Muslim menduduki wilayah Spanyol

726 Kaisar Leo III – orang Isauria – melancarkan kampanye melarang penghormatan terhadap gambar/patung religius dan relikwi. Tindakan ini disebut ikonolasma (penghancuran rupa) dan mengakibatkan timbulnya kekacauan di Timur sampai sekitar tahun 843

731 Sri Paus Gregorius III dan sebuah sinod di Roma mengutuk ikonoklasma, dengan sebuah pernyataan bahwa penghormatan gambar/patung religius sesuai dengan tradisi Katolik

732 Charles Martel mengalahkan pasukan Muslim di Poitiers, dan menghambat majunya pasukan mereka di Barat.

744 Biara Fulda didirikan oleh St.Sturmi, seorang murid Santo Bonifacius. Biara ini sangat berpengaruh dalam evangelisasi di Jerman.

754 Suatu konsili yang didukung oleh 300 uskup-uskup Bizantium mendukung bidaah ikonoklasma. Konsili ini dan keputusannya dikutuk oleh sinod Lateran pada tahun 769. Stephen II (III) dimahkotai sebagai pemimpin Pepin dari kaum Franks. Pepin dua kali menginvasi Italia di tahun 754 dan 756, untuk membela Sri Paus terhadap serangan orang-orang Lombard. Dia menghadiahkan tanah kepada kepausan yang disebut Sumbangan Pepin, dan nantinya diperluas oleh Charlemagne (773) dan menjadi bagian dari negara-Gereja

755 Santo Bonifacius (Windrid) menjadi martir. Dia disebut sebagai Rasul dari Jerman karena karya misionarisnya dan pengorganisasian dari hirarki gereja disana.

781 Alcuin dipilih oleh Charlemagne untuk mengorganisasikan sebuah sekolah istana yang menjadi pusat kepemimpinan intelektual

787 Konsili Ekumenikal Nikea II. Konsili ini mengutuk bidaah ikonoklasma – yang menuduh penghormatan terhadap gambar religius sebagai tindakan penyembahan berhala – juga mengutuk bidaah Adopsionisme yang menyatakan bahwa Kristus bukan Putera Allah secara alami, tetapi melalui adopsi. Konsili ini adalah konsili terakhir yang dianggap ekumenikal oleh Gereja Ortodoks.

792 Konsili di Ratisbon mengutuk bidaah Adopsionisme.

800 Charlemagne dimahkotai sebagai kaisar oleh Sri Paus Leo III pada hari Natal. Egbert menjadi raja Sakson Barat. Dia mempersatukan Inggris dan memperkuat Tahta Canterburry.

813 Kaisar Leo V, orang Armenia, membangkitkan kembali bidaah ikonoklasma, yang bertahan hingga tahun 843

814 Kaisar Charlemagne wafat.

843 Perjanjian Verdun membagi kerajaan Franks bagi tiga cucu-cucu laki-laki Charlemagne.

844 Kontroversi Ekaristi yang melibatkan tulisan-tulisan St.Paskasius Radbertus, Ratramnus dan Rabanus Maurus mendorong perkembangan terminologi menyangkut doktrin Kehadiran Sejati.

846 Pasukan Muslim menginvasi Italia dan menyerang kota Roma.

848 Konsili Mainz mengutuk Gottshalk atas ajaran bidaah mengenai predestinasi. Gottschalk juga dikecam oleh Konsli Quierzy tahun 853.

857 Photius menggeser keduduk Ignatius sebagai Patriarck Konstantinopel. Ini menandai awal mula Skisma Photius, suatu keadaan yang tidak menentu antara hubungan Timur-Barat yang belum diklarifikasi lewat riset historis. Photius, orang yang hebat, wafat tahun 891.

865 Santo Ansgar, rasul bagi Skandinavia, wafat.

869 Santo Siril wafat dan saudaranya Santo Metodius (wafat 885) diangkat sebagai uskup. Rasul-rasul bagi Skandinavia membuat suatu sistem alfabet dan menterjemahkan Injil dan liturgi kedalam bahasa Slavia.

869-870 Konsili Ekumenikal Konstantinopel IV. Konsili ini mengeluarkan kecaman kedua terhadap Ikonoklasma, dan mengecam dan menggulingkan Photius dari kedudukan sebagai Patriark Konstantinopel dan mengembalikan Ignatius sebagai Patriark. Ini adalah konsili ekumenikal terakhir yang diadakan di Timur. Pertama kali disebut ekumenikal oleh para kanonis menjelang akhir abad ke-11.

871-900 Masa pemerintahan Alfred Agung, satu-satunya raja Inggris yang pernah diurapi oleh seorang Paus di Roma.

Peristiwa Penting dalam Sejarah Gereja

Mengapa Imam Harus Hidup Selibat?

Selibat berasal dari kata Latin “Caecibatus” yang berarti “hidup tidak menikah”.  Gereja Katolik Roma menuntut para imamnya untuk tidak menikah seumur hidup dan taat pada kemurnian pribadi dalam pikiran maupun dalam perbuatan.  Selibat bukan suatu pokok iman Katolik, melainkan tuntutan hukum Gereja yang mengatur cita-cita tentang hidup klerus Katolik.  Selibat harus dibedakan dari kaul para religius untuk tidak menikah.

Dalam semua Ritus Timur Gereja Katolik, para uskup wajib berselibat.  Tetapi dalam Ritus Katolik Byzantin, Koptik, Siria, Armenia, dan Rutenia, para imam biasanya berkeluarga sama seperti dalam Gereja Ortodoks.  Hal ini sesusai dengan keputusan Sinode Trullo pada tahun 692.

Bahwa pria beristri ditahbiskan juga bukan hanya aturan tata-tertib atau kemudahan hukum gerejani.  Inilah suatu keputusan rohani: Sakramentalitas Perkawinan dan Tahbisan saling melengkapi dalam pelayanan sebagai imam.  Demikian juga selibat bukan hanya hukum gerejani semata, melainkan keputusan rohani Ritus Roma, hanya orang yang dipanggil Allah pada kehidupan selibat ditahbiskan supaya dapat melayani umatNya dengan lebih leluasa.

Dalam Perjanjian Baru tampaknya terdapat 2 pandangan tentang perkawinan klerus: Di satu pihak, beberapa Rasul menikah (Mat 8:14; 1 Kor 9:5) dan Paulus menganjurkan para penilik jemaat untuk beristri (1 Tim 3:2).  Di lain pihak, nilai keperawanan ditekankan bagi mereka yang dipanggil untuk mengabdikan diri sepenuhnya pada Kerajaan Allah.  Yesus mengajarkan bahwa ada orang yang dipanggil untuk mengabdikan diri seluruhnya hanya pada Allah.  Maka Yesus sendiri menganjurkan selibat kepada murid-muridNya.  Setelah mendengar ajaranNya tentang perkawinan yang tidak terceraikan, murid-muridNya mengatakan: “Kalau demikian halnya hubungan antara suami dan istri, lebih baik jangan kawin.”  Lalu Yesus menjawab: “Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin, karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri demi Kerajaan Surga.  Siapa yang sanggup mengerti, hendaklah ia mengerti!” (Mat 19:11-12)

Menurut Santo Paulus, tidak menikah memungkinkan pengabdian diri seluruhnya kepada Allah.  Sebab orang yang tidak menikah, tidak terikat pada banyak tugas keluarga dan dapat mempersiapkan diri dengan lebih bebas akan kedatangan Kristus (1 Kor 7: 26-35).  Maka, sejak awal sejarah Gereja berkembang pendapat, bahwa status tidak menikah demi pengabdian kepada umat Allah lebih “tinggi” daripada hidup perkawinan.  Sejak abad ke-4, uskup-uskup di Yunani, Mesir dan Eropa Barat kebanyakan tidak menikah atau meninggalkan istri mereka sesudah ditahbiskan.  Tetapi pada zaman itu, para imam dan diakon di seluruh Gereja tetap boleh beristri dan tidak ada hukum yang melarang seorang imam menikah.

Tiga puluh tujuh orang paus pada abad-abad pertama menikah dan berumahtangga.  Paus Hormisdas (514-523)  misalnya, adalah ayah dari Paus Silverius (536-537).  Paus terakhir yang beristri ialah Paus Adrianus II (867-872).  Sesudah itu masih ada paus yang berkeluarga sebelum ditahbiskan menjadi imam, lalu sesudahnya hidup berselibat.  Kardinal Rodrigo Borgia (1431-1503) mempunyai 4 orang anak yang lahir sebelum ia ditahbiskan menjadi imam dan pada tahun 1492 ia terpilih menjadi Paus dengan nama Alexander VI.

Di bagian Timur, sejak abad ke-6 dan ke-7 hukum melarang uskup hidup bersama istrinya.  Jika sudah menikah sebelum ditahbiskan, ia harus menitipkan istrinya dengan persetujuannya ke suatu biara yang jauh.  Tetapi, para imam dan diakon tetap berkeluarga sampai kini.  Selibat imamat dalam Gereja bagian Barat baru mulai menjadi tuntutan kanonik sesudah berbagai sinode partikular menekankan selibat.  Dekrit pertama, yaitu Kanon 33 Sinode Elvira (sekitar tahun 350) di Spanyol berbunyi: “Kami menyatakan bahwa semua uskup, imam dan diakon – seluruh klerus yang terlibat dalam pelayanan – dilarang samasekali untuk hidup bersama dengan istrinya dan mengadakan anak.  Siapa saja yang melanggar, akan dipecat dari imamatnya.”  Tetapi, waktu Uskup Hosius dari Cordoba (sekitar tahun 256-357) mengusahakan supaya dekrit tersebut diundangkan oleh Konsili Ekumenis Nicea (tahun 325), ia tidak berhasil.  Namun Damasus I, Sirisius, Inosensius I dan Leo I menyuruh para imam untuk hidup berselibat.  Demikian juga sinode-sinode partikular di Afrika Utara, Perancis dan Italia berkali-kali menekankan selibat; suatu tanda bahwa selibat belum menjadi sesuatu yang lazim.

Pada abad ke-10 muncul gerakan untuk meninggalkan selibat imamat di Ritus Latin (Roma).  Tetapi dengan  adanya gerakan pembaharuan pada abad ke-11, semangat bermatiraga merasuki Gereja.  Gregorius VII (1020-1085) berjuang mati-matian untuk membaharui selibat imamat, antara lain untuk menghindari milik Gereja diwariskan kepada keturunan klerus.  Pada masa sesudahnya, masih terdapat jurang yang lebar antara cita-cita dan praktek.

Umat-umat Reformasi tidak menghargai hidup selibat.  Kalvin mengajarkan bahwa hidup selibat tidak boleh lebih dihargai daripada hidup menikah.  Selibat dicap sebagai usaha menyelamatkan diri.  Konsili Ekumenis Trento (1545-1563) meneguhkan kembali hukum mengenai selibat imam, tetapi menyatakan jelas-jelas juga bahwa selibat adalah hukum gerejani semata.  Konsili Vatikan II menyatakan bahwa semua orang beriman harus mengabdi Tuhan dengan hati yang tidak terbagi, dan ini lebih mudah dengan hidup berselibat (GS 42).  Walaupun selibat tidak dituntut oleh imamat an sich, namun sangat sesuai dengannya (HI 16).

Paulus VI mengharapkan bahwa pengertian mendalam tentang kaitan erat antara imamat dan tugas melanjutkan misi Kristus itu akan semakin memperlihatkan juga kesesuaian antara selibat dan imamat (Sacerdotalis caelibatus/Sc, 25).  Namun demikian, Paus bertanya, apakah tidak sebaiknya penerimaan ‘hukum selibat yang berat itu diserahkan kepada keputusan masing-masing imam’ (Sc 3), sehingga orang yang merasa terpanggil akan imamat, tetapi bukan akan selibat, dapat ditahbiskan juga (Sc 7).  Hal ini lazim dalam Ritus-Ritus Katolik Timur (Sc 38).  Namun Paus dan Sinode Sedunia 1971 menegaskan bahwa selibat para imam tidak/belum akan dilepaskan.  Walaupun demikian, selama masa pengabdian Paulus VI, puluhan ribu imam yang merasa tidak lagi dapat hidup membujang diberi dispensasi, sehingga dapat menerima Sakramen Perkawinan (dan tentu saja lebih dahulu meletakkan jabatan sebagai imam).

Pada masa sesudah Konsili Vatikan II, rupanya selibat dipertanyakan banyak orang.  Mungkin selibat terlalu disanjung, sehingga kekecewaan besar sekali tidak dapat dihindari bila kenyataan lain daripada cita-cita.  Selibat para imam hanya dapat menjadi tanda rahmat Ilahi, bila didukung doa dan sikap umat.  Supaya imam berkembang sebagai manusia – hal yang mendukung karya pastoralnya – ia perlu mengembangkan bakat-bakatnya, terutama yang kreatif (musik, baca, ilmu, seni, dll), cara pergaulan yang matang dan bermanfaat, keterbukaan pada yang indah dan budaya.  Ia memerlukan komunitas segar yang menjadi tempat pertukaran pikiran, kesulitan, dan keyakinan rohaninya.

Yohanes Paulus II mempersulit dispensasi dari hukum selibat dan jarang memberikannya. Sinode Uskup Sedunia 1990 meneguhkan hukum selibat dan demikian juga Surat Apostolik Pastores dabo vobis (no. 29) sesudah Sinode tersebut.  Di masa kini, Gereja Ritus Latin (Roma) menganggap selibat tetap sangat berguna dan cocok bagi klerusnya, karena membuat mereka lebih bebas untuk melayani umat Allah.  Tetapi Gereja juga menyatakan, bahwa kalau berkehendak, ia berhak membatalkan hukum itu, misalnya bia kekurangan imam berselibat, menganjurkan mentahbiskan viri probati, yakni “pria yang teruji” (dan berkeluarga).

Kini status hidup tetap tidak menikah dalam Gereja Katolik Roma merupakan persyaratan untuk ditahbiskan menjadi imam dan untuk tetap mengabdi sebagai imam.  Tujuannya adalah pengabdian menyeluruh terhadap umat beriman demi Kristus.  Selibat dijadikan persyaratan untuk menerima tahbisan oleh hukum Gereja (KHK Kan 1037), walaupun tidak ditetapkan Kristus.  Sejak abad ke-12 hukum Gereja memandang perkawinan klerus bukan hanya tidak boleh, melainkan juga tak sah.  Pandangan ini diteguhkan Konsili Lateran II (1139) dan rupanya menjadi undang-undang Gereja pertama yang menentukan, bahwa tahbisan merupakan penghalang untuk menikah dengan sah (bdk Kan 1087, dst).

Akhir-akhir ini dibuat beberapa pengecualian dari tata tertib ini.  Para pendeta Gereja Protestan dan Anglikan yang menjadi Katolik, sejak tahun 50-an abda ini diizinkan untuk tetap hidup beristri sesudah ditahbiskan imam.  Dan pria yang berusia 35 tahun lebih dapat ditahbiskan menjadi diakon tetap.

Yohanes Paulus II berusaha membaharui semangat selibat dengan mengajarkan bahwa semangat hidup berselibat, miskin, dan tata secara radikal merupakan sikap hidup Yesus sendiri yang seharusnya meresapi seluruh umat beriman.  Sekurang-kurangnya waktu meninggal, semua orang harus menempuh jalan terakhir tanpa teman hidup mana pun, meninggalkan segala miliknya dan menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah.  Kenyataan eskatologis itu sudah tampak dalam hidup berselibat demi Kerajaan Allah, yang hanya dapat dimengerti dalam iman dan hanya meyakinkan jika diamalkan secara manusiawi di dalam umat.  Tidak terikat pada urusan dan kepentingan hidup berkeluarga, menyanggupkan orang untuk membuka diri pada aneka keperluan umat dan membantu sesama manusia untuk membuka diri pada panggilan Allah sesuai status hidup masing-masing.  Hidup berkeluarga Kristiani dan hidup berselibat adalah dua bentuk kesaksian akan cintakasih Allah.  Kedua bentuk itu saling memerlukan dan saling mendukung: mereka yang menikah perlu disadarkan, bahwa cintakasih akan Allah melampaui cinta di antara anggota-anggota keluarga.  Mereka yang berselibat perlu disadarkan, bahwa cintakasih Allah menjadi konkret dalam cinta suami-istri yang tak ditarik kembali.  Kedua bentuk hidup ini memerlukan sikap sama yang diungkapkan secara berbeda, yakni kepekaan hati, kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama, saling memaafkan dan bersetia satu sama lain.

Menghargai selibat tidak berarti menganggap rendah pernikahan atau seksualitas manusia.  Tetapi, dalam lingkungan ‘budaya’ yang menganggap seksualitas sebagai sarana utama, bahkan satu-satunya untuk mengungkapkan perasaan dan mutlak diperlukan untuk mengekspresikan rasa erotis sejak umur muda, hidup berselibat sebagai ungkapan cintakasih manusiawi sukar dimengerti, apalagi dilaksanakan dengan konsekuen.  Kalau selibat tidak diamalkan sebagai suatu bentuk cintakasih, timbul bahaya orang merasa kesepian dan menjadi egosentrik dan aneh – perkembangan demikian tak asing juga pada banyak orang yang gagal membina hidup suami-istri yang diresapi cinta yang semakin dewasa.  Tidak menikah demi cita-cita keagamaan selamanya ditentang oleh orang yang berpandangan bahwa manusia memperoleh kebahagiaannya (hanya) di dunia ini.  Maka adanya saja orang yang hidup selibat sudah membingungkan, bahkan kadang-kadang menjengkelkan mereka itu.

Karena selibat tidak termasuk hukum ilahi, maka terdapat alasan pro dan kontra untuk mempertahankan hukum itu, walaupun ideal hidup tidak menikah demi Kerajaan Allah tetap harus dipegang oleh orang beriman sebagai nasihat Yesus sendiri.  Dalam diskusi tentang selibat dikemukakan argumen-argumen seperti berikut ini:

1. kalau benar – namun belum terbukti – bahwa jumlah imam untuk melayani umat dengan Sakramen-Sakramen, terutama Ekaristi, sangat tidak memadai karena hukum selibat, maka hukum ini seharusnya diubah demi menjamin pelayanan umat.

  1. Alasan bahwa imam berkeluarga lebih kompeten untuk membimbing umat, kurang memperhatikan bahwa imam berselibat lebih mudah dapat mengikuti panggilan untuk melayani umat di mana saja, karena ia lebih bebas (1 Kor 7:32 dst).
  2. Alasan bahwa hidup berisitri atau pengamalan seksualitas mengganggu berdoa, bermeditasi dan pengarahan perhatian pada yang rohani, melupakan bahwa seksualitas yang difrustasikan karena tidak disublimasikan ke dalam kepribadian orang yang terdorong cintakasih untuk mengabdikan diri seluruhnya kepada Kerajaan Allah, sangat menggangu juga.

4. Alasan historis mengatakan bahwa hukum selibat imam praja diadakan akibat pengaruh cita-cita hidup membiara.  Alasan lain adalah menyelamatkan milik Gereja.  Argumen-arguman yang tidak meyakinkan (lagi) ini, tidak begitu saja dapat dipakai sebagai penilaian baik/tidaknya hukum Gereja sekarang.  Nasihat Yesus untuk ‘tidak menikah demi Kerajaan Allah’ (= demi Kristus, Mat 19:12) memang lebih luas artinya, dapat ‘tidak menikah supaya lebih bebas melayani umat’ (segi manfaat).  Namun demikian, nasihan Yesus tersebut berhubungan dengan tugas para Rasul dan pengikut-pengikut mereka untuk melayani umat  argumen eskatologis (petunjuk pada kefanaan dunia ini) yang memandang selibat sebagai permulaan cara hidup di akhirat (tanpa perkawinan – bdk Mat 22:30) harus memperhatikan bahwa selibat dalam arti ini merupakan karisma dan bukan prasyarat imamat jabatan an sich.

Segala argumen pro dan kontra selibat tidak dapat meyakinkan 100% bahwa hukum selibat harus ditiadakan dan tidak juga bahwa selibat mati-matian harus dipertahankan.  Segala argumen bercorak ‘sebaiknya, sepantasnya’ dan rasa iman akhirnya harus mengambil keputusan, karena hanya ‘mereka yang diberi rahmat pengertian, akan menangkapnya’ (bdk Mat 19:12).

Beberapa segi selibat:

Segi kristologis: Seluruh hidup dan perbuatan Yesus, ya, seluruh diriNya mengabdi pada tugas yang diterimakan Allah Bapa kepadaNya, sehingga tidak ada tempat untuk hidup berkeluarga bagiNya.  Maka Yesus menyerukan supaya orang yang ingin mengikutiNya bersedia meninggalkan apa saja, termasuk anak-istri mereka.

Segi eklesial:  Hidup berselibat membebaskan orang dari aneka kewajiban dan keterikatan hidup berkeluarga, supaya dapat mencurahkan seluruh waktu, segala tenaga dan cintakasihnya pada pelayanan umat.

Segi karismatis:  menjalankan selibat dengan setia mengandaikan panggilan dan rahkan khusus.  Maka hidup berselibat bukan prestasi orang yang bersangkutan, bukan pula ‘harga yang harus dibayar’ kalau mau menjadi imam.  Rahmat hidup berselibat harus didoakan oleh umat yang menginginkan imam mereka berselibat.

Segi profetis:  Hidup menurut tiga Nasihat Injili merupakan suatu alternatif terhadap kecenderungan kodrati mencari kebahagiaan dalam hidup ini dan terhadap konsumerisme yang ingin menikmati apa yang dapat diperoleh sekarang ni dan sebanyak mungkin.

Segi eskatologis:  orang yang hidup berselibat menaruh seluruh harapan pada Allah serta kehidupan di akhirat, waktu ‘Allah akan menjadi segalanya’ (1 Kor 15:28).  Inilah harta yang tidak dapat dicuri atau dimakan karat (Mat 6:19-21).

Sumber:  Eksiklopedi Gereja IV, Adolf Heuken, SJ, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta, 1994

http://www.trinitas.or.id/gereja-dan-paroki

Arti dan Makna Gereja

DSC_0277

I. GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH

Pemahaman tentang arti dan makna Gereja dalam hidup sehari-hari:

  • Gereja adalah gedung, Gereja adalah rumah Allah, tempat beribadat, misa, atau merayakan ekaristi Umat Katolik atau Umat kristiani pada umumnya.
  • Gereja adalah ibadat; Gereja adalah lembaga rohani yang menyalurkan kebutuhan manusia dalam relasinya dengan Allah lewat ibadat-ibadat. Atau, Gereja adalah lembaga yang mengatur dan menyelenggarakan ibadat-ibadat. Gereja adalah persekutuan Umat yang beribadat.
  • Gereja adalah ajaran; Gereja adalah lembaga untuk mempertahankan dan mempropagandakan seperangkat ajaran yang biasanya dirangkum dalam sebuah buku yang disebut Katekismus. Untuk bisa menjadi anggota Gereja, si calon harus mengetahui sejumlah ajaran/doktrin/dogma. Menjadi anggota Gereja berarti menerima sejumlah “kebenaran”.
  • Gereja adalah organisasi/lembaga sejagat/internasional; Gereja adalah organisasi dengan pemimpin tertinggi di Roma dengan cabang-cabangnya sampai ke pelosok-pelosok seantero jagat. Garis komando dan koordinasi diatur dengan rapi dan teliti. Ada pimpinan; Paus, Uskup-Uskup, Pastor-Pastor, Biarawan dan Umat.
  • Gereja adalah Umat pilihan; Gereja adalah kumpulan orang yang dipilih dan dikhususkan Allah untuk diselamatkan. Tanpa menjadi anggota Gereja maka tidak akan diselamatkan masuk surga.
  • Gereja adalah badan sosial; Gereja adalah Lembaga yang menyelenggarakan sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit dan macam-macam usaha untuk menolong orang miskin.

Pemahaman umum tentang Gereja

  • Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasaYunani ekklesia , berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus Fransiskus menjelaskan ekklesia sebagai “pertemuan akbar orang-orang yang dipanggil”:Allah memanggil kita semua untuk menjadi keluarga-Nya.
  • Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan.
  • Gereja adalah keluarga yang kita cintai dan mencintai kita.
  • Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
  • Ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah yang tampak dalam cerita tersebut adalah kesatuan dalam persaudaraan sejati.

Makna Gereja sebagai Umat Allah menurut Ajaran Kitab Suci

  • Hidup mengUmat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Perdana (lih. Kis 2: 41-47).
  • Dalam hidup mengUmat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat mematikan banyak karisma dan karunia yang muncul dari bawah (1Kor 12: 7-10).
  • Dalam hidup mengUmat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia (Ef 4: 11-13; 1Kor 12: 12-18; 26-27).

Ajaran Gereja tentang Makna Gereja sebagai Umat Allah

a. Hakikat Gereja sebagai Umat Allah

  • Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
  • Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
  • Hubungan antara Allah dan Umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji- Nya.
  • Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, Umat Allah sedang berziarah menuju di dunia menuju rumah Bapa di surga.

b. Dasar Gereja sebagai Umat Allah

  • Hakikat Gereja sendiri adalah persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktek hidup Gereja Perdana (bdk. Kis. 2: 41-47; 4: 32-37)
  • Adanya aneka macam karisma dan karunia yang tumbuh di kalangan Umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12: 7-10)
  • Seluruh anggota Gereja memiliki martabat yang sama sebagai satu anggota Umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12: 12-18)

c. Konsekuensi Gereja sebagai Umat Allah

  • Konsekuensi untuk Umat (awam); Umat harus menyadari kesatuannya dengan Umat yang lain (menghayati iman dalam kebersamaan); Umat aktif ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan hidup menggereja di lingkungan/wilayahnya dengan segala karisma dan karunia yang dimilikinya.
  • Konsekuensi untuk hierarki; Hierarki mesti menyadari bahwa tugas kepemimpinan yang diembannya adalah tugas pelayanan. Mereka berada di tengah-tengah Umat sebagai pelayan. Hierarki semestinya memberi ruang dan tempat bagi Umat untuk berperan aktif ikut dalam membangun Gereja dengan karisma dan karunia yang mereka miliki.
  • Konsekuensi dalam hubungan Hierarki-Umat; Hierarki harus memandang Umat sebagai partner kerja dalam membangun Gereja, bukan sebagai pelengkap penderita yang seolah-olah tidak berperan apa-apa. Hierarki juga harus memperlakukan seluruh anggota Gereja sebagai satu Umat Allah yang memiliki martabat yang sama meskipun menjalankan fungsi yang berbeda-beda.

II. GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN TERBUKA

a. Pemahaman tentang perubahan cara pandang terhadap Gereja

Sebelum Konsili Vatikan II Gereja mempunyai model/bentuk institusional, hierarkis piramidal

  • Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.
  • Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.
  • Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja. Sedangkan Umat hanya mengikuti saja hasil keputusan hierarki.
  • Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya hierarki pusat gerak Gereja.
  • Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis dan sarat dengan aturan.
  • Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan bahkan bersikap triumfalistik (memegahkan diri

Setelah Konsili Vatikan II, ada keterbukaan dan pembaharuan cara pandang pada Gereja sebagai persekutuan Umat.

  • Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan Kristosentris” artinya Kristuslah pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, Awam, dan Biarawan-Biarawati sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
  • Gereja lebih bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua orang. Gereja meyakini bahwa di luar Gereja pun terdapat keselamatan.
  • Adanya paham Gereja sebagai Umat Allah yang memberikan penekanan pada kolegialitas episkopal (keputusan dalam kebersamaan).
  • Adanya pembaharuan (aggionarmento) yang mendorong Umat untuk terlibat dan berpartisipasi serta bekerjasama dengan para klerus.
  • Kepemimpinan Gereja; Didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani para murid-Nya, maka konsekuensi yang dihadapi oleh Gereja sebagai Umat Allah adalah: hierarki yang ada dalam Gereja bertindak sebagai pelayan bagi Umat dengan cara mau memperhatikan dan mendengarkan Umat. Selain itu keterlibatan Umat untuk mau aktif dan bertanggung jawab atas perkembangan Gereja juga menjadi hal yang penting. Maka, hierarki dan Umat/awam diharapkan dapat menjalin kerja sama sebagai partner kerja dalam karya penyelamatan Allah di dunia.

Gerakan pembaruan yang terjadi dalam Gereja nampak dalam:

  • Umat punya hak dan wewenang yang sama (tetapi tetap ada batasnya), khususnya ikut menentukan gerak kegiatan liturgi di Paroki melalui wadah Dewan Paroki.
  • Gerakan pembaruan ini tidak hanya menyangkut kepemimpinan Gereja saja melainkan lebih dari itu menjangkau masalah-masalah dunia.
  • Susunan Kepengurusan Dewan Paroki bukan lagi Piramdal , melainkan lebih merupakan kaitan yang saling bekerjasama dan saling melengkapi . Intinya Gereja mengundang orang beriman untuk berkomunikasi terlibat dan diubah.

Makna Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka menurut ajaran Gereja

  • Gereja diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa.
  • – Sama seperti Yesus, Gereja harus memasuki golongan-golongan manusia apa saja, termasuk keadaan sosial, budaya untuk mewartakan dan melaksanakan karya keselamatan Allah bagi semua orang.

Makna Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka dalam terang Kitab Suci

  • Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Umat Perdana. Cara hidup Umat Perdana tersebut tetap relevan bagi kita hingga sekarang. Kebersamaan dan menganggap semua adalah milik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok ialah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.
  • Mungkin saja kita tidak dapat menirunya secara harafiah, sebab situasi sosial-ekonomi kita sudah sangat berbeda. Namun, semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomis sesama saudara dalam persekutuan Umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadah, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi harus juga menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya seperti yang sekarang digalakkan dalam Komunitas Basis Gereja.

Menghayati Gereja sebagai Persekutuan umat yang terbuka

  • Yesus adalah pusat Gereja, tanpa Yesus, kita (Gereja) tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
  • Gereja harus keluar dari diri sendiri menuju keberadaannya”. Memang jika keluar, ada berbagai masalah, namun lebih baik daripada Gereja yang menutup diri, seperti Gereja yang sakit.

Pahlawan-pahlawan Alkitab: Berani dan Rela Berkorban

Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga (Matius 5:16)

GIDEON (Hakim-hakim 6-8)

Siapa yang tidak mengenal Gideon, seorang pahlawan Israel yang gagah berani dan memiliki strategi unik nan jitu. Ia berhasil mengalahkan pasukan musuh (Midian) yang berjumlah 135.000 orang hanya dengan kekuatan pasukan 300 orang bersenjatakan sangkakala, buyung kosong, dan obor! Mereka berhasil “membunuh” 120.000 pasukan musuh (Hak. 7:19-25, 8:10). Luar Biasa!

Bahasa Ibrani Gideon adalah (gid‛ôn) yang berarti “penebang, pemukul.” Gideon disebut juga Yerubaal yang mempunyai arti “biar Baal melawan,” sebutan yang diberikan kepada Gideon setelah ia merobohkan mezbah Baal di kota tempat tinggalnya, Ofra (6:32). Arti nama Gideon dalam terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) mungkin lebih tepat: Biar Baal sendiri melawan Gideon, sebab ia telah membongkar mezbahnya (Let Baal plead against him because he hath thrown down his altar – KJV).

Pemanggilan Gideon cukup unik karena terjadi di tempat “persembunyian” (6:11), namun Malaikat TUHAN menyebut Gideon sebagai “pahlawan yang gagah berani” (ay.12). Benarkah Gideon seorang pemberani? Bukankah ia berada di tempat persembunyian ketika Malaikat TUHAN menemuinya? Ketika TUHAN menyuruh Gideon merobohkan mezbah Baal, dia takut (Hak.6:27 mengatakan: “Tetapi karena ia takut kepada kaum keluarganya dan kepada orang-orang kota itu untuk melakukan hal itu pada waktu siang…”). Lalu ketika diperintahkan untuk menyerang pasukan Midian, ia pun takut. Tuhan memberi “penawaran” pada Gideon sebelum ia menyerbu musuh: “Tetapi jika engkau takut untuk turun menyerbu, turunlah bersama dengan Pura,…” dan Gideon benar-benar turun bersama Pura, bujangnya untuk “meninjau” perkemahan Midian terlebih dulu (7:10-15). Jika demikian, segagah dan seberani apakah Gideon sebenarnya, seperti sapaan Malaikat TUHAN itu? Apakah Malaikat salah menilai? Tentu saja tidak. Bila dicermati, ada dua hal “besar” yang dilakukan Gideon:

Meskipun ada perasaan takut, namun Gideon tetap berani mengambil sikap merobohkan mezbah Baal dan patung berhala yang ada di dekat mezbah tersebut lalu mendirikan mezbah bagi TUHAN dan mempersembahkan korban di atasnya (6:25-30).

Gideon berani mengambil keputusan mengurangi jumlah pasukan dalam melawan 135.000 orang tentara musuh. Pasukan Gideon semula berjumlah 32.000 (7:3) menjadi hanya berjumlah 300 orang (7:7). Ia pun berani mengambil keputusan menyerang pasukan Midian dengan strategi yang sudah disiapkan setelah mengalami keraguan (7:10-15).

SIMSON (Hakim-Hakim 13-16)

Simson (shimshôn) memiliki arti “seperti matahari; matahari kecil” (like the sun). Nama ini adalah pemberian orangtuanya, Manoah dan istrinya (namanya tidak dicatat dalam alkitab). Orangtua Simson mungkin berharap bahwa anaknya kelak membawa sinar terang di tengah “kegelapan” yang dialami Israel selama 40 tahun dalam cengkeraman dan penindasan orang Filistin, seperti yang dijanjikan Malaikat TUHAN (Hak. 13:1-5).

Agak berbeda dengan hakim-hakim lain, Alkitab secara eksplisit menyebutkan Simson sebagai seorang nazir Allah (Hak. 13:5), yaitu seorang yang dipersembahkan dan dikhususkan bagi Allah untuk mengerjakan tugas-tugas yang juga khusus (bdk. Samuel [1Sam. 1:11] dan Yohanes Pembaptis [Luk. 1:15]). Sebagai nazir, Simson terikat dengan beberapa ketentuan yang harus ditaatinya sesuai hukum Musa, yaitu: menjauhkan diri dari semua yang mengandung anggur, tidak boleh memotong rambut, tidak boleh dekat apalagi menyentuh mayat (Bil. 6:1-7). Ia pun dianugerahi kekuatan luar biasa yang menjadi “modal” menjalankan tugasnya sebagai seorang hakim; membebaskan Israel dari ancaman dan penindasan orang Filistin (Hak. 13:5). Tugas tersebut dikerjakan oleh Simson dengan sangat efektif seorang diri. Ia membunuh 30 orang Filistin gagah perkasa di Askelon (14:19); menangkap 300 anjing hutan dan mengikatkan ekor anjing-anjing tersebut dengan obor untuk membakar ladang gandum Filistin yang siap tuai (15:4-5); membunuh 1000 orang Filistin hanya dengan tulang rahang keledai (15:15); dan di akhir hidupnya, ia merobohkan bangunan yang berisi tiga ribu orang sehingga semuanya mati tertimpa bangunan itu (16:27, 30).

Keberanian Simson sebagai seorang pahlawan Israel memang tidak diragukan. Namun ada beberapa hal yang menodai citra kepahlawanannya itu:

  • Semua yang ia lakukan terhadap orang Filistin mengatasnamakan dirinya sendiri dengan mengatakan, “Seperti mereka memperlakukan aku, demikianlah aku memperlakukan mereka.” (15:11). Simson berorientasi pada diri sendiri, bukan bangsanya, orang-orang yang dipimpinnya. Hal tersebut membuat orang-orang sebangsanya, dari suku Yehuda, geram terhadap “tingkah laku” Simson (15:9-13). Sebagai seorang nazir Allah ia hidup seolah-olah mengabaikan kenazirannya itu dengan melanggar hukum kenaziran (lih. 14:10-17; 16:17).
  • Simson tidak bisa mengekang nafsu. Kisah hidupnya diwarnai dengan hasrat seksual yang meresahkan dan memalukan: sebagai seorang Israel ia menikahi gadis Filistin (14:1-3); sebagai seorang hakim ia mengumbar nafsu seksualnya dengan perempuan sundal (16:1); dan akhir hidupnya jatuh dalam pelukan Delilah –yang kemungkinan adalah perempuan Filistin– dengan mengorbankan kenazirannya (16:4-22).
  • Simson juga mengabaikan anugerah Allah mengenai kekuatannya karena ia berpikir bahwa kekuatannya berasal dari rambutnya (16:17). Padahal dalam kesempatan-kesempatan ia “mengaplikasikan” kekuatan tersebut, Alkitab mencatat “berkuasalah Roh TUHAN atas dia” (lih. 14:6, 19; 15:14; dan 16:20).

YONATAN (1 Samuel 13:23-14:46; 18:1-5; 20:1-43)

Arti kata Yonatan (yehônâthân) adalah “Yahweh yang memberikan” (Jehovah has given). Yonatan adalah anak laki-laki tertua Saul di samping anak laki-lakinya yang lain: Yiswi dan Malkisua. Yonatan juga memiliki dua saudara perempuan yaitu: Merab dan Mikhal (1 Sam. 14:49). Yonatan barangkali lebih dikenal sebagai sahabat Daud daripada sebagai seorang pahlawan (Israel). Yonatan sepertinya juga lebih terkesan lembut dan sopan, tidak terlihat sebagai sosok pahlawan, berbeda dengan Daud yang sudah terlihat karakter kepahlawanannya saat melawan Goliat. Kisah persahabatan Yonatan dan Daud pun memang berawal dari peristiwa Daud mengalahkan Goliat (1 Sam. 18:1), maka tidak heran jika sifat kepahlawanan Yonatan seakan luput dari perhatian.

Yonatan memiliki keteladanan yang istimewa sebagai seorang pahlawan. Dalam tradisi kerajaan dan budaya patriakal, anak laki-laki tertua raja berhak menyandang sebagai putera mahkota dan menjadi pewaris tahta kerajaan. Ketika orang Israel lebih memilih bentuk negara monarki daripada teokrasi maka suksesi kepemimpinannya pun mengikuti pola monarki (1 Sam. 8). Jadi Yonatan adalah putera mahkota Saul (Israel) dan memiliki kans menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja Israel. Sebagai seorang pangeran dan prajurit Israel:

Yonatan berani mempertaruhkan nyawa demi keberhasilan perjuangan Israel. Hanya berdua bersama pembawa senjatanya, ia melakukan penyerangan di tempat pertahanan Filistin dan berhasil membunuh 20 orang tentara musuh hingga menimbulkan kegentaran di dalam pasukan Filistin (1 Sam. 13:23 – 14:23). Tindakan Yonatan tersebut sangat berisiko karena ia sengaja mendatangi “sarang” musuh sendirian dan hanya ditemani satu orang pembawa senjatanya. Ia bisa saja mati karena kalah jumlah. Tetapi Yonatan yakin akan pertolongan Tuhan sehingga ia berani mengambil risiko tersebut. Dalam persitiwa tersebut Yonatan mendapat penghormatan dari para prajurit Israel (14:45).

Yonatan merelakan kedudukannya sebagai pewaris tahta kerajaaan Israel kepada Daud. Ia menerima dengan tulus pemilihan Daud sebagai pengganti ayahnya yang sudah tidak diperkenan lagi oleh Tuhan (1 Sam. 15:10-11; 16:1, 12-13). Bahkan uniknya, ia menjalin persahabatan dengan Daud, sementara ayahnya justru membenci Daud; kondisi yang sebenarnya menguntungkan bagi Yonatan sebagai putra mahkota. Tetapi ia bahkan menyerahkan jubah, baju perang, pedang, panah, dan ikat pinggangnya kepada Daud (1 Sam. 18:4). Hal ini merupakan simbol kepercayaan dan penyerahan hak Yonatan kepada Daud sebagai sahabat dan calon raja Israel “mengambil alih” kedudukannya. Yonatan rela mengorbankan kepentingannya demi kepentingan Tuhan dan kebaikan Israel.

YUSUF, PRIBADI YANG MERDEKA TERHADAP DIRI SENDIRI

Siapa yang tidak kenal Yusuf, anak Yakub? Yusuf adalah buah kasih Yakub dan Rahel. Ia mengalami serangkaian proses pembentukan dan persiapan dari Allah untuk menjadikannya pemimpin dan penyelamat bagi bangsa Israel dan bangsa-bangsa lainnya. Ia menjadi orang kepercayaan dalam Istana Raja Firaun dengan jabatan sebagai Raja Muda.

Kesuksesan yang diperoleh Yusuf bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit begitu saja, tetapi merupakan buah kesabaran dan pengendalian diri yang baik, juga merupakan wujud kasih Allah yang senantiasa menyertai setiap perjalanan hidupnya. Ada banyak kesulitan yang mengiringi hidupnya dalam proses menuju kesuksesan tersebut. Semenjak belia ia sering menjadi korban bullying kakak-kakaknya. Bahkan di usia sweet seventeen, kakak-kakaknya berhasil menyingkirkan Yusuf dengan menjualnya seharga 20 syikal perak kepada saudagar-saudagar Midian keturunan Ismael, yang biasa membeli orang-orang untuk dijual sebagai budak belian di Mesir.

Kesetiaan Yusuf dan ketaatannya kepada Allah membawanya kepada karier yang hebat. Pengendalian diri yang baik terhadap dendam dan rasa benci ditunjukkannya ketika ia diperhadapkan kembali dengan saudara-saudaranya yang telah menyebabkannya berpisah dari ayahnya. Kedudukan dan kekuasaan yang dimiliki Yusuf sangat memungkinkannya untuk menuntut balas atas perlakuan kakak-kakaknya, namun hal tersebut tidak dilakukannya. Yusuf telah memenangkan pertempuran dalam dirinya dan mengalahkan rasa benci dan dendam. Relasinya yang sangat dekat dengan Allah telah membuatnya merdeka dari segala perasaan negatif untuk membalas dendam.

Belajar dari Yusuf, untuk menjadi pahlawan, seseorang terlebih dahulu harus merdeka dari keinginan dirinya sendiri. Itulah sebabnya dalam Amsal 16:32 dikatakan bahwa, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” Sudahkah kita menguasai diri kita masing-masing sehingga kita layak disebut sebagai pribadi yang telah merdeka?

DANIEL, KETEKUNAN YANG MEMBAWA PERUBAHAN

Jika mengalaminya sendiri, kita akan tahu bahwa rasanya sangat tidak enak menghadapi fitnah. Rasa cemburu yang berlebihan dan iri hati sepertinya sudah mendarah daging dalam kehidupan manusia sehingga pembunuhan karakter lewat tuduhan-tuduhan keji bisa dilemparkan dengan mudahnya, hanya karena merasa iri pada keberhasilan orang lain. Bertolak dari realita tersebut, kita belajar dari kisah Daniel yang mengalami hal serupa.

Daniel adalah pribadi yang taat kepada Allah dan tekun berdoa. Dari kisahnya di dalam kitab Perjanjian Lama, kita dapat membaca bahwa ia biasa berdoa dengan berlutut dan memuji Allah sebanyak tiga kali sehari. Ada atau tidak ada kegiatan, sibuk atau tidak sibuk, ia tetap berdoa dengan disiplin. Tidaklah mengherankan jika Daniel dikatakan sepuluh kali lebih cerdas daripada semua orang berilmu di seluruh kerajaan (Daniel 1:20) dan diketahui memiliki roh yang luar biasa (6:4). Kecerdasan Daniel melebihi 120 wakil raja dan dua pejabat tinggi lainnya. Empat kali terjadi pergantian raja, namun Daniel tetap bertahan dalam jabatannya. Hal itu membuktikan bahwa Daniel memang berbeda. Kebiasaannya berdoa ternyata bisa berdampak sangat besar di dalam dirinya.

Melihat kesuksesan seperti itu, mulailah para pejabat tinggi dan wakil raja merasa dengki dan iri hati, lalu mencari-cari kesalahan Daniel. Namun dalam Alkitab disebutkan bahwa mereka tidak mendapatkan kesalahan apa pun. Beberapa kali musuh-musuhnya berusaha mencelakakannya, bahkan beberapa kali Daniel dan teman-temannya berhadapan dengan kematian. Lalu apakah Daniel gentar dengan semua itu, lalu berbalik meninggalkan Allah? Tidak! Ia tetap tenang dan berdoa memohon kepada Allah. Ketika ia hendak dicelakai, ia tetap beriman teguh kepada Tuhan, sehingga bukannya mengalami celaka, tetapi dengan luar biasa ia dapat menyaksikan kuasa Allah yang dahsyat dan ajaib. Orang banyak pun melihat bahwa Daniel diselamatkan karena kepercayaannya yang penuh kepada Allah.

Ketika kita menghadapi masalah, tuduhan, atau fitnah, ke mana kita pergi mencari jawaban? Sering kali kita mengandalkan kemampuan diri sendiri yang terbatas. Sering kali kita tidak sabar, dan akibatnya tersandung untuk memilih alternatif-alternatif instan yang menyesatkan. Sering kali kita malah semakin jauh dari Tuhan. Kisah Daniel selayaknya membuka mata kita bahwa ada kuasa luar biasa di balik ketekunan kita berdoa. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Roma 5:3-4, bahwa dalam menyikapi kesengsaraan seharusnya kita tetap mengucap syukur kepada Allah, karena kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan.

Tuhan sanggup melepaskan kita dari hal apa pun, bahkan yang paling tidak mungkin sekalipun menurut logika manusia. Tuhan kita adalah Allah yang dahsyat dan ajaib. Ketika menghadapi masalah, fitnah, jebakan dan sebagainya dari orang-orang yang dikuasai iri hati, datanglah kepada Tuhan dan berdoalah. Mintalah hikmat dan pertolongan-Nya. Tuhan akan selalu mendengar doa yang diungkapkan anak-anak-Nya dengan sungguh-sungguh. Belajar dari Daniel, ingatlah bahwa ada banyak hal yang tidak mungkin menurut ukuran kita, namun tidak mustahil bagi Tuhan. Selamat menikmati kemustahilan di dalam relasi kita dengan Tuhan.

Pengetahuan Umum Agama-SERI 1

AJARAN SOSIAL GEREJA

Ajaran Sosial Gereja adalah bagian integral dari seluruh pandangan hidup Kristiani (Yohanes XXIII). ASG seperti dikembangkan antara terbitnya ensiklik Rerum Novarum (1891) dan Mater et Magistra (1961) pertama-tama menolak aliran-aliran ekstrim yang salah, yaitu kapitalisme yang liberal dan komunisme yang total, lalu memusatkan perhatiannya pada pembelaan nilai-nilai dasar kehidupan bersama: pangkal tolaknya adalah pengertian manusia sebagai pribadi, yaitu seorang individu yang sekaligus adalah makhluk sosial.

AKOLIT

Dalam arti sempit Akolit berarti seorang awam yang diberkati dan dilantik dengan resmi oleh uskup atau superior untuk membantu imam dalam perayaan Ekaristi, untuk membawa persembahan ke meja altar dan membagikan komuni, baik di dalam maupun di luar Misa kepada orang sakit dan untuk membina para pelayan Misa. Setiap calon diakon atau imam harus menjabat dahulu sebagai lektor dan akolit. Dalam arti luas, Akolit berarti pelayan Misa.

ALBA

Alba adalah semacam jubah dari kain linen yang panjangnya sampai mata kaki dan berlengan sempit, pada selilit pinggang diikatkan dengan tali (singel). Bila melaksanakan upacara atau tugas liturgi, pemimpin entah ia rohaniwan entah awam harus  sekurang-kuranngya mengenakan alba sebagai pakaian resmi liturgi.

AMIK

Amik adalah kain linen yang berbentuk bujur sangkar dengan dua tali pada dua sudutnya, yang digunakan imam dan diakon di bawah alba bila berfungsi dalam perayaan liturgi.

AMPUL

Ampul adalah botol kecil (dengan leher sempit dan badan besar) untuk air dan anggur yang digunakan dalam perayaan Ekaristi